Tak hanya sampai di situ, saham-saham yang masuk ke dalam papan tersebut justru sebagian besar mengalami penurunan, bukan sebaliknya yang mengalami penguatan, yang mencerminkan aksi Panic Selling di pasar, hingga menyeret laju Indeks Harga Saham Gabungan di zona merah.
Imbasnya, IHSG telah mengalami penurunan sebanyak 22 kali sejak diberlakukan efektif Full Periodic Call Auction (FCA). Dari penurunan tersebut, 9 kali IHSG anjlok lebih dari 1%. Meskipun FCA bukan satu-satunya penyebab, namun terlihat bahwa para investor melangsungkan aksi Panic Selling.
Berdasarkan data Bloomberg, di rentang tersebut hanya ada 41 hari Bursa, dan lebih dari setengahnya IHSG berada di zona kontraksi. 19 diantaranya IHSG berhasil menguat dengan kenaikan terbatas.
Pada 25 Maret 2024 kala itu, IHSG tengah ada di posisi 7.377,7. Adapun pada perdagangan hari ini, 5 Juni 2024, atau kisaran dua bulan usai penerapan kebijakan tersebut, IHSG tengah bergerak di posisi 6.950,2. Yang artinya sejak saat itu juga IHSG drop 5,77% secara point-to-point.
Sekadar informasi, Papan Pemantauan Khusus adalah Papan Pencatatan untuk Perusahaan Tercatat yang memenuhi kriteria tertentu yang ditetapkan oleh BEI. Implementasi Papan Pemantauan Khusus Tahap II atau Full Periodic Call Auction merupakan tindak lanjut dari Hybrid Call Auction yang telah diimplementasikan sejak 12 Juni 2023.
Adapun implementasinya seluruh saham yang masuk dalam Papan Pemantauan Khusus akan diperdagangkan secara Periodic Call Auction yang terdiri dari 5 sesi dalam satu hari.
Terdapat 11 kriteria saham yang masuk dalam Papan Pemantauan Khusus, satu diantaranya dikenakan penghentian sementara perdagangan Efek selama lebih dari 1 hari bursa yang disebabkan oleh aktivitas perdagangan.
(fad/aji)