Suharso menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 pada Pasal 5 ayat 1 mewajibkan pemerintah yang sedang menjabat untuk bahwa menyusun Rencana Kerja Pemerintah dan Rancangan Anggaran Pendapatan Negara (RAPBN) untuk periode pemerintahan berikutnya.
Lanjut Suharso, dalam UU tersebut juga disampaikan bahwa presiden terpilih berikutnya tetap memiliki ruang gerak yang luas untuk menyempurnakan RKP dan RPJMN tahun pertama melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan (APBN-P)
“Bahwa ada UU 17/2007 tentang RPJMN 2005-2025 pasal 5 ayat 1 dan 2, intinya sebenarnya adalah bahwa pada pemerintahan yang saat ini memang diwajibkan untuk membentuk atau menyusun RKP dan RAPBN untuk tahun pertama pemerintahan presiden berikutnya,” tutur Suharso.
Sebelumnya, Sri Mulyani memastikan bahwa defisit yang dipatok pada KEM-PPKF telah mempertimbangkan kebutuhan anggaran program prioritas pemerintahan baru yang akan dipimpin Presiden Terpilih Prabowo Subianto.
Bendahara Negara menegaskan APBN 2025 dirancang ekspansif, meski demikian tetap terarah dan terukur. Ia menyebut pemerintah akan menjaga rasio utang pada batas yang aman, yakni tetap memperhatikan unsur kehati-hatian.
“Pembiayaan akan dijaga dan dikelola melalui pembiayaan inovatif, prudent, dan sustainable melalui berbagai manajemen utang Indonesia yang terus di-benchmark secara global agar menciptakan kepercayaan dan transparansi,” ucap Sri Mulyani.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa pemerintah akan memaksimalkan penggunaan sisa anggaran lebih untuk mengantisipasi ketidakpastian ekonomi agar menciptakan akses pembiayaan bagi lapisan masyarakat yang membutuhkan.
“Termasuk masyarakat berpendapatan rendah melalui berbagai skema kerja sama pemerintah dan juga badan usaha yang sustainable menjadi berbagai pilihan dari pembiayaan yang inovatif,” pungkasnya.
(azr/lav)