Sebelumnya, BPK melaporkan terdapat 124.960 peserta program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) belum mendapatkan pengembalian dana senilai Rp567,45 miliar pada 2021.
Temuan itu tercantum dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II (IHPS) 2021 dan IHPS II 2022 yang diterbitkan BPK.
Dalam laporan disebutkan, terdapat penyaluran dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang tidak tepat sasaran sebesar Rp26,24 miliar pada tahun 2022.
Di sisi lain, ada 40.266 orang yang justru terindikasi menjadi peserta pensiun ganda yang menyebabkan terdapat potensi pengembalian dana lebih dari satu kali sebesar Rp130,25 miliar pada 2021.
“Hal tersebut mengakibatkan pensiunan PNS/ahli warisnya tidak dapat memanfaatkan pengembalian tabungan yang menjadi haknya sebesar Rp567,45 miliar dan terdapat potensi pengembalian lebih dari satu kali kepada 40.266 orang sebesar Rp130,25 miliar,” tulis BPK dalam laporan IHPS Semester II-2021.
Atas temuan itu, BPK memberi rekomendasi agar Komisioner BP Tapera melakukan kerja sama pemutakhiran data PNS dengan instansi terkait, agar dapat menghindari kesalahan data yang berpotensi menyebabkan pengembalian dana bermasalah.
Selanjutnya, BPK juga memberikan rekomendasi untuk mengembalikan tabungan peserta yang sudah meninggal dan pensiun, hingga melakukan koreksi saldo peserta ganda.
“Serta melakukan koreksi saldo peserta ganda kemudian mendistribusikan nilai hasil koreksi kepada peserta lainnya sesuai ketentuan," tulis rekomendasi BPK.
Tak hanya itu, pada semester II-2022 BPK menemukan BP Tapera melakukan penyaluran dana FLPP terhadap 256 debitur sebesar Rp26,24 miliar yang tidak tepat sasaran, karena debitur tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
BPK melaporkan bahwa para debitur tersebut melebihi batasan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), indikasi rumah tidak terhuni atau tidak terawat, dan indikasi rumah disewakan, dihuni pihak lain, atau dijual.
“Selain itu, penggunaan quick response code (QRC) pada rumah hasil pembiayaan dana FLPP belum optimal,” tulis BPK dalam IHPS II-2022.
Terkait itu, BPK memberikan rekomendasi agar Komisioner BP Tapera memperintahkan Direktur Penyaluran FLPP untuk melakukan langkah-langkah perbaikan, seperti pemuktahiran regulasi terkait definisi penghasilan untuk menentukan kriteria MBR dan menyusun mekanisme BP Tapera atas ketepatan perhitungan batasan penghasilan
Rekomendasi selanjutnya, menyusun rencana pengembadan dan implementasi quick response code (QRC) serta berkoordinasi dengan bank penyalur dalam mengawasai ketepatan sasaran pemanfaatan rumah hasil pembiayaan dana FLPP.
“Permasalahan tersebut mengakibatkan tujuan penyaluran dana FLPP kepada 256 debitur sebesar Rp26,24 miliar tidak tercapai dan tidak dapat dimanfaatkan oleh pihak yang berhak,” tulis BPK dalam laporan itu.
Meskipun begitu, saat ini pemerintah terus melanjutkan program iuran Tapera. Bahkan, baru-baru ini pemerintah memutuskan akan memperluas pengenaan iuran tersebut kepada pekerja swasta dan pekerja mandiri, yang sebelumnya hanya dikenakan bagi pekerja yang mendapatkan gaji dari anggaran negara.
(lav)