Logo Bloomberg Technoz

"Kalau organisasi menerima IUP [izin usaha pertambangan] batu bara, maka berpotensi kehilangan kepercayaan dari mayoritas umat atau jemaah yang terdiri dari kalangan masyarakat biasa. Organisasi akan ditinggalkan,” lanjutnya.

Tambang batu bara, kata Wishnu, meski dianggap menguntungkan secara ekonomis, tetapi memiliki daya rusak terhadap lingkungan yang sangat besar, baik di darat maupun di udara.

Wishnu mengatakan, daya rusak tersebut dapat dilihat melalui rantai pasoknya, dimulai dari situs tambang yang berpotensi membabat hutan dan merampas ruang hidup masyarakat, ‘sumbangan’ polutan di sepanjang jalur pengangkutan, hingga berlabuh dalam pembakaran pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) sebagai penyumbang emisi GRK penyebab krisis iklim.

Polusi pembangkit listrik berbasis batu bara. (Sumber: Bloomberg)

Dampak Positif 

Kendati demikian, Wishnu tidak menampik masih terdapat dampak positif di balik kebijakan ormas keagamaan boleh mengelola WIUPK, yang juga menguntungkan kalangan elite ormas tersebut.

Namun, dampak positif tersebut hanya berasal dari sisi ekonomi, dengan sejumlah risiko yang sudah dijabarkan sebelumnya.

“Ormas keagamaan yang memiliki IUP batu bara mungkin jadi punya pemasukan lebih karena keuntungan ekonomi dari tambang tersebut. Ini dapat memutus, atau setidaknya mengurangi ketergantungannya pada hibah-hibah dari pemerintah. Pada akhirnya menjadikannya lebih mandiri dan menjauh dari dominasi yang tumbuh dari hubungan ormas-pemerintah tersebut,” ujarnya.

Sekadar catatan, dasar hukum dari kebijakan 'IUP batu bara untuk ormas' tersebut termaktub dalam Peraturan Pemerintah No. 25/2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

“Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan [ormas],” bunyi Pasal 83A ayat 1 beleid tersebut.

KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya). (Tangkapan Layar Instagram yahyacholilstaquf)

Sebelumnya, Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengatakan ormas keagamaan Islam, Nahdlatul Ulama (NU), telah mengajukan IUP di wilayah Kalimantan Timur.

Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Yuliot mengatakan pengajuan tersebut masih dalam tahapan evaluasi.

Adapun, pengajuan IUP oleh NU di Kalimantan Timur terjadi pada WIUPK di Indonesia eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B). “Untuk NU sudah mengajukan di Kaltim yang masih dalam tahapan evaluasi [oleh Satgas],” ujar Yuliot kepada Bloomberg Technoz, Selasa (4/6/2024). 

Yuliot tidak menjelaskan dengan lengkap perihal cadangan batu bara di Kalimantan Timur, tetapi dia menjelaskan bahwa cadangan batu bara di daerah tersebut dalam jumlah yang bagus.

Berdasarkan data Badan Geologi pada 2021, sumber daya dan cadangan batu bara di Kalimantan masing-masing sebesar 73,72 miliar ton dan 23,76 miliar ton.

Hal itu berkontribusi 66,97% terhadap total sumber daya dan cadangan batu bara di Indonesia yang mencapai 110 miliar ton dan 36 miliar ton.

Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) mengatakan organisasi yang dipimpinnya sudah siap dengan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni serta perangkat organisasi lengkap dan jaringan bisnis yang cukup kuat untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab terhadap IUP tersebut.

NU, lanjutnya, saat ini memiliki jaringan perangkat organisasi yang menjangkau hingga ke tingkat desa serta lembaga-lembaga layanan masyarakat di berbagai bidang yang mampu menjangkau masyarakat akar rumput di seluruh Indonesia.

“Itu semua akan menjadi saluran efektif untuk menghantarkan manfaat dari sumber daya ekonomi yang oleh pemerintah dimandatkan kepada Nahdlatul Ulama untuk mengelolanya,” kata pengasuh pesantren Raudlatut Thalibin Rembang ini.

“Nahdlatul Ulama akan menyiapkan suatu struktur bisnis dan manajemen yang akan menjamin profesionalitas dan akuntabilitas, baik dalam pengelolaan maupun pemanfaatan hasilnya,” tegas Gus Yahya.

(wdh)

No more pages