Selain manajemen pengadaan alat kesehatan yang 'asal-asalan', BPK juga menemukan bahwa INAF telah menggunakan instrumen keuangan perusahaan untuk kepentingan pribadi.
Beberapa penyelewengan itu seperti menempatkan dana deposito perusahaan atas nama pribadi pada Koperasi Simpan Pinjam Nusantara (Kopnus), menggadaikan deposito pada Bank Oke untuk kepentingan pihak lain, dan mengeluarkan dana tanpa underlying transaction.
"Menggunakan kartu kredit perusahaan untuk kepentingan pribadi, melakukan pembayaran kartu kredit/operasional pribadi, melakukan windows dressing laporan keuangan perusahaan, serta membayar asuransi purna jabatan dengan jumlah melebihi ketentuan," lanjut laporan tersebut.
Tak berhenti di situ, BPK juga mengungkapkan adanya transaksi jual beli fiktif pada bisnis barang konsumen yang bergerak cepat atau Fast Moving Consumer Goods (FMCG) hingga pinjaman online (pinjol).
"Melakukan pinjaman online (fintech) serta menampung dana restitusi pajak pada rekening bank yang tidak dilaporkan di laporan keuangan dan digunakan untuk kepentingan di luar perusahaan,"
Akibat hal tersebut, BPK pun melaporkan terdapat indikasi kerugian mencapai Rp278,42 miliar dan potensi kerugian sebesar Rp18,26 miliar atas beban pajak dari penjualan fiktif FMCG itu.
(ibn/dhf)