Meskipun pengungkapan ini merupakan pukulan terbaru bagi Toyota dan produsen mobil Jepang lainnya, saham mereka tetap naik secara agregat tahun ini.
Skandal terakhir tidak sampai berujung pada keputusan penarikan kembali (recall) mobil atau peringatan mengenai keselamatan operasional.
“Pelanggan dapat yakin bahwa mobil mereka aman untuk dikendarai, tetapi ada aturan yang harus kita ikuti,” kata Chairman Toyota, Akio Toyoda kepada wartawan, Senin, dikutip Bloomberg. “Kita seharusnya tidak mengabaikan proses penting ini.”
Ketiga model Toyota tersebut menyumbang kurang dari 2% dari 11 juta kendaraan yang diproduksi Toyota tahun lalu. Penghentian pengiriman akan memengaruhi dua jalur perakitan yang bertanggung jawab atas produksi 130.000 unit per tahun.
Namun, Toyoda dan dewan direksinya perlu meredakan segala kekhawatiran tentang kepemimpinan Toyota atau tata kelola bersama pada pertemuan pemegang saham tahunan yang akan digelar 18 Juni.
Dua perusahaan proksi terkemuka mendesak para pemegang saham untuk memberikan suara menentang pengangkatan kembali Toyoda dalam pertemuan mendatang, dengan alasan kekhawatiran atas keputusan baru-baru ini, skandal, serta masalah pemerintahan.
“Skandal yang muncul ini sangat disesalkan,” Ken Saito, Menteri Ekonomi, Perdagangan dan Industri, mengatakan pada konferensi pers di Tokyo, seraya menambahkan bahwa lembaga tersebut sedang menyelidiki dampaknya terhadap pemasok dan akan merespons dengan tepat.
Kantor Digeledah
Pihak berwenang memasuki kantor pusat Toyota di Nagoya pada Selasa pagi pukul 09.30 waktu setempat, menurut kementerian transportasi. Para pejabat mengatakan mereka juga akan melakukan inspeksi di tempat terhadap Mazda Motor Corp, Yamaha Motor Co, dan Suzuki Motor Corp.
Mazda mengatakan pihaknya memalsukan hasil pengujian dan merusak unit yang digunakan untuk pengujian tabrakan pada lima model, termasuk Mazda2 dan Roadster RF, menurut pernyataan perusahaan.
Kejanggalan teridentifikasi pada lebih dari 150.000 unit yang diproduksi pabrikan mobil tersebut sejak 2014 untuk pasar Jepang.
“Kami akan menanggung biaya yang dikeluarkan pemasok karena penghentian pengiriman,” kata Chief Executive Officer Mazda Masahiro Moro. Ia menambahkan bahwa perusahaan akan melakukan upaya untuk mencegah terulangnya penyimpangan tersebut.
Penghentian ini kemungkinan akan mempengaruhi 3.500 pesanan dan produsen mobil tersebut tidak mempertimbangkan penarikan kembali pada saat ini.
Moro mengaitkan masalah data ini dengan kesalahan penafsiran karyawan terhadap manual prosedur yang tidak jelas, bukan karena “penutupan organisasi” atau “pemalsuan yang berbahaya.”
Secara terpisah, Honda diketahui telah memalsukan data terkait kebisingan dan keluaran mesin bensin, yang berdampak pada lebih dari 3 juta unit.
Meski begitu, pelanggan tetap dapat menggunakan kendaraannya, termasuk Accord dan Odyssey, karena memenuhi standar hukum. Produsen mobil tersebut tidak menemukan adanya pemalsuan untuk mobil yang saat ini dijual, atau untuk model yang akan datang.
“Proses pengujian kami bertujuan untuk membuat pengujian lebih efisien, sehingga kami tidak perlu mengulanginya lagi,” kata CEO Honda Toshihiro Mibe, Senin.
“Peraturan pemerintah terus berubah dan mungkin berisiko, jadi [untuk menghindari hal tersebut] kami bertujuan untuk memperkenalkan sistem yang tidak memerlukan campur tangan manusia mulai tahun depan.”
Pada Desember, penyelidikan internal Daihatsu Motor Co menunjukkan sebagian besar kendaraannya belum diuji dengan benar untuk keselamatan tabrakan.
Toyota Industries Corp juga menangguhkan semua pengiriman mesin pada bulan Januari setelah penyelidikan mengungkapkan pihaknya memalsukan angka output daya.
Penyelidikan terbaru ini merupakan tindak lanjut dari serangkaian skandal yang melibatkan perusahaan-perusahaan seperti Nissan Motor Co, Mazda dan Suzuki selama lebih dari satu dekade, termasuk memalsukan data emisi dan penghematan bahan bakar.
Pembuat kantung udara Takata Corp mengajukan kebangkrutan pada 2017 setelah salah satu krisis penarikan produk yang paling terkenal di dunia.
Pengembangan kendaraan saat ini lebih kompleks dan produsen mobil berusaha menghindari penambahan staf, yang dapat memaksa mereka menyimpang dari proses tradisional dan menyebabkan penyimpangan, menurut analis otomotif Bloomberg Intelligence, Tatsuo Yoshida.
Namun, tambahnya, permasalahan ini berbeda dengan skandal Daihatsu dan dampaknya terhadap perekonomian akan terbatas.
(red/wdh)