Indonesia padahal sudah memiliki 11 pabrik dengan kapasitas 400.000 kl/tahun, di mana 40.000 kl/tahun di antaranya merupakan bioetanol fuel grade dan sisanya dengan kualitas makanan (food grade).
“Bioetanolnya sendiri 2 juta kl/tahun, jika diterapkan E5, belum ada bensinnya. Dari 400.000 kl/tahun terdiri dari 11 pabrik, dari kapasitas tersebut hanya 40.000 kl/tahun yang kualitas fuel grade 99,8%. [Sebanyak] 400.000 kl/tahun itu total food grade 95%,” ujar Eniya kepada Bloomberg Technoz, belum lama ini.
Di lain sisi, Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengonfirmasi pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan memang bertujuan untuk menyiapkan bahan baku biofuel pengganti Pertalite atau Pertamax yang bakal mulai digunakan pada 2027.
Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Yuliot mengungkapkan bahwa pemerintah saat ini tengah melakukan persiapan lapangan, sehingga target produksi bahan baku tebu untuk bahan bakar berbasis bioetanol pengganti Pertalite atau Pertamax bisa tercapai pada 2027.
“Penyediaan bioetanol yang berasal dari fermentasi tetes [tebu/molasses] digunakan untuk pengganti Pertamax atau Pertalite. [Bioetanol pengganti Pertalite atau Pertamax bisa digunakan] sesuai dengan rencana produksi di Merauke pada 2027,” ujar Yuliot.
(dov/wdh)