“Untuk bisa menciptakan inovatif pembiayaan namun tetap terjaga,” lanjut Sri Mulyani.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa pemerintah akan memaksimalkan penggunaan sisa anggaran lebih untuk mengantisipasi ketidakpastian ekonomi agar menciptakan akses pembiayaan bagi lapisan masyarakat yang membutuhkan.
“Termasuk masyarakat berpendapatan rendah melalui berbagai skema kerja sama pemerintah dan juga badan usaha yang sustainable menjadi berbagai pilihan dari pembiayaan yang inovatif,” pungkasnya.
Sebelumnya, fraksi-fraksi DPR RI telah menyampaikan tanggapannya terkait KEM-PPKF 2025 yang disampaikan pemerintah melalui Menteri Keuangan pada beberapa waktu lalu.
Salah satu fraksi, yakni PDIP mendesak pemerintahan untuk mengarahkan APBN yang akan dilaksanakan pemerintahan baru pada surplus anggaran, atau defisit 0%.
"Kebijakan defisit APBN 2025 sebagai APBN transisi diarahkan pada surplus anggaran atau defisit 0%. Pada APBN transisi, tidak sepantasnya pemerintahan lama memberi beban defisit atas program-program yang belum tercantum dalam RKP (rencana kerja pemerintah) dan RPJMN (rencana pembangunan jangka menengah nasional) pemerintahan baru," kata anggota DPR RI Fraksi PDIP Edy Wuryanto, Selasa (28/5/2025).
Maka itu, tegas Edy, belanja negara harus diarahkan pada belanja rutin dan bukan belanja modal yang berisi proyek-proyek yang belum tercantum dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) baru.
Intinya, pemerintah harus menyampaikan kriteria dan indikator kualitas belanja negara. Saat ini, menurut dia, 50% belanja pemerintah pusat digunakan untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) dan operasional, sedangkan 50% sisanya baru untuk rakyat.
"Porsi belanja pemerintah pusat yang seperti ini perlu diefisienkan, sehingga rakyat mendapat manfaat lebih banyak. Belanja yang berkualitas adalah belanja yang memberi jalan untuk mewujudkan kemakmuran rakyat," kata dia
(lav)