"Awalnya klien kami dan Tiko memutuskan untuk mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang makanan dan minuman, di mana pada saat itu klien kami menjadi komisaris, sementara Tiko menjadi direktur, tetapi modal perusahaan seluruhnya dari Klien kami," kata LEO dalam keterangan press release.
Namun dalam perjalanannya, kliennya senantiasa pasif dan tidak berusaha untuk mencampuri pengurusan kegiatan usaha, sehingga Tiko memiliki kewenangan penuh dalam mengurus kegiatan usaha perusahaan termasuk dalam hal yang terkait dengan keuangan.
"Nah, kewenangan tanpa pengawasan ini yang kemudian kami duga menjadi celah bagi terlapor untuk melakukan perbuatan-perbuatan dengan iktikad yang tidak baik hingga akhirnya mengakibatkan kerugian bagi perusahaan. Klien kami selama ini tahunya usahanya lancar, kok tiba-tiba di-2019 Tiko bilang usaha mau tutup karena tidak kuat bayar sewa. Lho ini kan aneh," ungkapnya.
Kecurigaan terkait dugaan penggelapan ini makin kuat ketika pada tahun 2021, AW menemukan ada 2 dokumen dan berupa P&L (profit and loss-red) yang mencurigakan. Di mana setelah membandingkan kedua dokumen tersebut, AW menentukan adanya dugaan bahwa laporan tersebut dimanipulasi untuk menyembunyikan kondisi keuangan perusahaan yang sebenarnya.
"Dari situ kemudian klien kami melakukan audit investigasi melalui auditor independen dan didapatkanlah adanya temuan perihal penggunaan sebesar Rp6,9 miliar yang tidak jelas peruntukkannya. Dan karena tidak ada iktikad baik dari yang bersangkutan untuk memberikan klarifikasi dan penjelasan, maka kemudian klien ini melaporkan ke kepolisian," jelasnya.
Laporan tersebut sudah ada sejak 2022 dan statusnya baru ditingkatkan menjadi penyidikan pada Februari 2024.
(dec/spt)