Sementara Mahfud MD dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menjelaskan sebelumnya bahwa terkait entitas yang sama yakni perusahaan dan oknumnya sudah ada dua kali laporan dari PPATK yakni Rp 180 triliun lalu Rp 189 triliun.
Mahfud mengatakan transaksi mencurigakan itu soal Rp 189 triliun dan hal ini terkait dengan bea dan cukai namun anehnya oleh pihak Kemenkeu malah memeriksa pajaknya sehingga angkanya lebih kecil. Padahal TPPU-nya kata dia terkait dengan impor emas yang dicap emas mentah ternyata emas batangan.
Ivan Yustiavandana menjelaskan kronologi laporan soal Rp 189 triliun itu.
Laporan yang disampaikan PPATK Rp 189 triliun kata dia bahkan sudah kasus kedua atas nama subjek terlapor yang sama. Laporan diberikan pada 2019-2020. Subjek yang sama sudah diperiksa pada 2017 dan PPATK kemudian bertemu dengan Dirjen Bea Cukai dan Irjen Kemenkeu untuk menyerahkan berkasnya yakni untuk pemeriksaan 2014-2016. Awalnya adalah Rp 180 triliun. Angka ini baru untuk dananya saja. Namun jika menggunakan parameter TPPU kata Ivan maka transaksi yang dilakukan subjek tersebut bahkan lebih dari Rp 350 triliun.
"Itu kita berikan sekitar 2019-2020-an subjek terlapor sama kami periksa tahun 2017 dan kami sudah mengundang Kemenkeu dihadiri oleh Dirjen Bea Cukai dan termasuk juga Irjen untuk menyerahkan berkas pemeriksaan pertama atas nama subjek terlapor sebelum ketemu Rp 189 triliun," kata Ivan dalam kesempatan yang sama.
Yang 189 T berbeda, nanti kita jelaskan
Mahfud MD
Dalam prosesnya, PPATK lalu melakukan pemeriksaan ulang dengan data 2017-2019 terhadap subjek yang sama dan ditemukanlah angka Rp 189 triliun tersebut. Namun polanya pada periode ini kata Ivan, subjek tersebut mengubah entitas. Tadinya dia aktif di satu daerah akhirnya pindah ke tempat lain dan mengganti nama-namanya dengan yang lain.
"Kalau mau digabung atas nama subjek terlapor Rp 180 triliun plus Rp 189 triliun," lanjut dia.
PPATK juga menyebutkan pada saat mereka menanyakan soal laporan ini ke Kemenkeu hanya mendapat jawaban bahwa laporan pertama yakni pada 2017 tak ada capnya di institusi itu. Oleh karena itu PPATK kemudian maju dan membahas soal transaksi mencurigakan kedua yaitu Rp 189 triliun.
"Yang bersangkutan kemudian paham bahwa sudah terjadi pemeriksaan PPATK sehingga kemudian mengganti entitas subjeknya itu," ujarnya saat rapat dengan Komisi III.
(ezr)