Bloomberg Technoz, Jakarta - DPR Komisi VII mencecar sejumlah petinggi Antam, termasuk Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) Nicholas D. Kanter soal dugaan skandal emas palsu Antam 109 ton dalam kurun 2010-2021.
Anggota Komisi VII Fraksi NasDem, Subardi salah satunya mempertanyakan berapa harga merek cap Antam yang diberikan kepada emas milik swasta yang diproduksi Antam. Pertanyaan itu disampaikan Subardi dalam rapat dengar pendapat dengan sejumlah BUMN tambang di Komisi VII, Senin (3/6/2024).
"Ada satu hal yang tidak dijelaskan, Antam adalah merek. Dia punya hak merek. Adakah harga hak merek yang dibuat Antam. Apakah Antam memberikan tarif untuk mencetak merek? berapa (tarif cap) satu ton-nya? berapa satu kg-nya?" ujar Subardi.
Hal senada juga disampaikan anggota Komisi VI lainnya, Herman Khaeron.
Dia melihat ada ambiguitas penjelasan Dirut Antam, Nicolas D Kanter mengenai klarifikasi emas palsu. Khaeron mengaku heran karena penjelasan Nicolas, aktivitas manufakturing berupa pengecapan terhadap emas dari luar, emas dari swasta, juga meningkatkan penghasilan untuk Antam.
"Siapa yang benar? karena kejaksaan menetapkan enam tersangka dalam kasus pemalsuan. Artinya apa yang dihasilkan tidak dilaporkan dalam laporan ke korporasi, karena ini berdampak ke besaran pajak dan lain sebagainya," kata dia.
"Saya bingung, ini masih ambigu. Antam menjelaskan aktivitas pengecapan ini meningkatkan performa perusahaan. Tapi kenapa ada tersangka," ujarnya kembali menegaskan.

Klarifikasi Bos Antam
Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) Nicolas D Kanter dalam kesempatan yang sama juga telah menegaskan bahwa semua emas yang beredar di pasaran harus melalui proses yang tersertifikasi London Bullion Market Association (LBMA), sehingga tidak ada emas yang palsu.
Nicholas mengatakan, Kejaksaan Agung —yang pertama kali melaporkan peristiwa peredaran emas Antam palsu sebanyak 109 ton pada 2010–2021 — juga sudah mengklarifikasi hal tersebut.
“Tidak ada [emas palsu], semua emas yang diproses harus melalui proses yang tersertifikasi dan LBMA itu sangat rigid dalam mengaudit kita. Emas yang diproses di Antam tidak ada emas palsu, dan sudah di-clarify oleh Kapuspen,” ujar Nicholas dalam agenda rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Senin (3/6/2024).
Namun, kata dia, terdapat kesalahpahaman seolah-olah Antam tidak memungut biaya (charge) pada perhitungan biaya branding atau licensing. Antam dalam perhitungannya padahal menilai bahwa perseroan sudah mendapatkan keuntungan. Memang dalam kesempatan tersebut Nicolas menyebut pihaknya masih merumuskan kajian.
“Sebaiknya kita harus duduk, buat kajian, bersama dengan kejaksaan mengidentifikasi kerugian kita sebenarnya berapa dari 2010—2021, jadi selama 10 tahun,” ujarnya.
(red/ain)