Logo Bloomberg Technoz

S&P Global melaporkan aktivitas manufaktur Indonesia yang diukur dengan Purchasing Managers’ Index (PMI) berada di 52,1 untuk periode Mei. PMI di atas 50 menandakan aktivitas masih di zona ekspansif.

PMI manufaktur Indonesia sudah berada di fase ekspansif selama 33 bulan beruntun. Akan tetapi, laju ekspansi sektor manufaktur Tanah Air melambat. Sebab, pada April angkanya ada di 52,9. Angka PMI 52,1 juga menjadi yang terendah sejak November tahun lalu atau 6 bulan terakhir.

“Permintaan masih positif, meski sangat didominasi dalam negeri. Permintaan ekspor turun 3 bulan beruntun, menegaskan perlambatan permintaan global. Alhasil, pertumbuhan permintaan baru (new orders) berada di titik terendah dalam 6 bulan,” sebut keterangan resmi S&P Global.

Pasar keuangan global mendapatkan angin segar setelah data inflasi PCE Amerika, yang menjadi salah satu indikator favorit Federal Reserve dalam menentukan kebijakan moneter, mencatat angka sesuai ekspektasi pasar.

Angka inflasi yang disesuaikan belanja konsumen secara tak terduga juga melemah 0,1%, terseret penurunan pengeluaran barang dan belanja jasa yang lebih lemah. Pertumbuhan upah, yang menjadi penyebab utama kenaikan permintaan, juga telah melambat.

Data-data itu mendukung skenario softlanding perekonomian AS dan memberi peluang lebih besar bagi The Fed untuk melakukan pelonggaran moneter tahun ini.

Secara teknikal nilai rupiah sebenarnya berpotensi menguat ke resistance terdekat pada level Rp16.220/US$, resistance potensial selanjutnya menuju Rp16.200/US$, dan juga terdapat Rp16.150/US$ - Rp16.100/US$ sebagai level paling optimis penguatan rupiah dalam tren jangka menengah, atau dalam sepekan, dengan time frame daily.

Sementara level support psikologis rupiah ada pada Rp16.300/US$. Apabila level ini berhasil tembus, maka mengkonfirmasi laju support selanjutnya pada level Rp16.350/US$ yang makin menjauhi MA-50, dan MA-100.

(rui)

No more pages