Demikian halnya dengan nilai tukar rupiah dengan dollar AS yang saat ini sudah melebihi Rp15.000 per US$1. Adapun, acuan nilai tukar yang digunakan dalam Permenhub No. 20/2019 adalah Rp14.300 per US$1.
"Adanya selisih tersebut memberatkan maskapai. Biaya operasional mengalami kenaikan tetapi pemasukan dari tiket penumpang tidak mengalami kenaikan. Sebagian besar spare part [suku cadang] pesawat itu masih impor, [biaya] operasional pasti naik," ungkapnya.
Lebih lanjut, Bayu menyebut penyesuaian tarif batas bawah maupun atas pesawat seharusnya dilakukan secara berkala oleh Kemenhub. Berdasarkan Kepmenhub No. 106/2019, seharusnya dilakukan penyesuaian secala berkala setiap tiga bulan sekali.
Selama empat tahun terakhir sama sekali belum ada penyesuaian tarif batas bawah maupun atas tiket pesawat. Alhasil, maskapai penerbangan harus memutar otak untuk menjaga kondisi keuangan perusahaan dan tetap memenuhi standar keamanan serta keselamatan.
Bayu berharap penyesuaian tarif batas bawah maupun atas tiket pesawat bisa dilakukan secepatnya. Namun, pihaknya juga menyadari bahwa penyesuaian tersebut kemungkinan besar baru dapat dilakukan setelah masa angkutan Lebaran usai.
"Dugaan saya setelah Lebaran supaya [masyarakat] tidak gaduh dan menjaga agar inflasi tidak melonjak. Tetapi, saya rasa inflasi selama Lebaran nanti tidak serta merta naik karena [kenaikan] tiket pesawat juga, uang beredar lebih banyak, masyarakat lebih banyak berbelanja, ada THR [tunjangan hari raya]," ujarnya.
Terkait dengan besaran tarif batas bawah maupun atas yang akan disesuaikan, INACA sepenuhnya menyerahkan kepada Kemenhub. Tentu saja, diharapkan penentuan tarif tersebut dilakukan secara obyektif berdasarkan parameter yang selama ini digunakan.
"Bagaimana Kemenhub saja, tetapi dari parameter yang ada itu tinggal dihitung saja berapa kenaikan tarif batas bawah dan atas yang selayaknya," pungkasnya.
(rez)