“Berdasarkan hal tersebut mereka melakukan capital inflow ke Indonesia yang mengalir dari negara-negara maju. Untuk mengamankan dana investasi mereka dari turmoil yang tengah terjadi,” ujar Nafan Aji kepada Bloomberg Technoz, Jumat (31/3/2023).
Adapun jika mencermati secara valuasi, IHSG juga memiliki valuasi yang sangat menarik diinvestasikan ketimbang negara-negara lainnya. Tercatat, Price to Earning Ratio (PER) ada di angka 14,81 kali dan Price to Book Value (PBV) 2 kali.
Sebagai gambaran jika dibandingkan dengan Dow Jones Industrial Average (DJIA) atau indeks utama saham AS, memiliki PER sebesar 18,73 kali dan PBV 4,38 kali. Hal ini mengindikasikan pasar saham Indonesia memiliki ruang untuk bertumbuh, dan akan memberikan imbal hasil yang lebih potensial.
Selanjutnya, investor asing juga menggemari emiten-emiten berfundamental positif, dan sejauh ini emiten yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) berhasil menunjukan hasil kinerja yang sangat solid, baik itu pertumbuhan secara top line maupun bottom line.
Sebagai contoh emiten perbankan big caps yang sukses mencatatkan kinerja impresif sepanjang 2022, dan juga dalam waktu dekat merupakan masa pembagian dividen.
Berbondong-bondongnya investor asing net buy juga disulut oleh kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia yang ekspansif. Adapun perekonomian Indonesia sepanjang 2022 tercatat meningkat 5,31% secara tahunan.
Optimisme dalam negeri juga didukung oleh Bank Dunia yang menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023. Adapun perkiraan sebelumnya ada di angka 4,8%, dan kini proyeksi Bank Dunia mencapai 4,9%.
Bank Dunia menyebut Indonesia telah sukses membangun kebijakan makroekonomi untuk menanggulangi krisis berbagai sektor, serta sektor jasa dalam negeri yang sangat ekspansif.
Mendukung hal tersebut, data S&P Global Purchasing Manager's Index (PMI) Indonesia pada Februari 2023 berada di level 51,2 yang merefleksikan industri manufaktur di dalam negeri sanggup melanjutkan ekspansi selama 18 bulan berturut-turut. Senada, neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2023 juga sukses mencetak surplus US$ 5,48 miliar. Angka surplus ini berlanjut selama 34 bulan terakhir.
Berbagai hal tersebut menjadi pendorong utama sejumlah investor asing untuk mengakumulasi saham-saham Indonesia.
Berbeda halnya dengan investor asing yang gencar melakukan aksi net buy, investor dalam negeri (domestik) justru tercatat melego sejumlah sahamnya.
“Hal ini merupakan hal yang wajar dalam dinamika market saat ini. Ketika para investor sudah menikmati profit gain, mereka kini melakukan distribusi saham. Di mana setelah melewati masa akumulasi, akan memasuki masa profit taking,” jelas Nafan Aji.
Mendukung sentimen tersebut, dalam waktu dekat IHSG akan menghadapi libur cuti bersama yang cukup panjang sehingga menahan aksi lebih lanjut dari investor domestik. Adapun setelah libur cuti bersama, investor memiliki potensi penguatan secara net buy lebih positif lagi kedepannya.
“Sambil menanti sentimen positif tambahan lagi ke depannya,” pungkasnya.
(fad/aji)