Satu hari berselang status suspensi BREN dicabut otoritas bursa, dan tak berapa lama gelombang jual saham kembali terjadi. Pada sesi I perdagangan 29 Mei BREN kehilangan 44,11 poin dan terus berlangsung mencapai 1.250 poin (10%) ke level Rp10.125 hingga BEI melakukan suspensi kembali.
Saat itu kapitalisasi pasar BREN masih berada di level Rp1.354,59 triliun. Namun berdasarkan data otoritas per Jumat, kapitalisasi pasar BREN bertahan di level Rp1.100 triliun atau berkontribusi 9,31% atas pasar modal secara keseluruhan. Market cap BREN hanya kalah dari PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Rp1.129 triliun (9,55%).
BREN masuk urutan puncak top laggards dengan kontribusi ke IHSG sekitar -35,08 poin (9,86%) hingga akhir sesi II perdagangan Jumat. Meski demikian sepanjang tahun BREN masih masuk lima besar saham penopang IHSG dengan kontribusi 29,79 poin (10,03%).
BREN Terkena Dampak Full Call Auction
Efek keputusan BEI memasukan dalam Papan Pemantauan Khusus, saham BREN diperdagangkan menggunakan sistem Full Call Auction (FCA), sama artinya ketentuan Auto Rejection Bawah Barito Renewables hanya terbatas di 10%.
FCA merupakan mekanisme perdagangan dengan kuotasi bid–offer yang akan Match pada jam-jam tertentu saja sesuai dengan sesi-nya, kemudian harga saham akan ditentukan berdasarkan volume terbesar.
Melansir mekanisme Auto Rejection, di Papan Pemantauan Khusus tahap dua berlaku Auto Rejection Rp1 untuk rentang harga saham Rp1 hingga Rp10, dan reject 10% untuk rentang harga saham di atas Rp10.
Dalam mekanisme perdagangan FCA, saham BREN di pasar tidak lagi dapat mengamati bid–offer sebagaimana perdagangan saham lain. Fitur yang terlihat saat ini hanya Indicative Equilibrium Price (IEP) dan Indicative Equilibrium Volume (IEV), untuk melihat potensi harga dan volume saham yang akan Match.
(fik/wep)