Aset JHT sebesar Rp460 triliun dianggap bisa digunakan untuk program MLT perumahan bagi pekerja, mengingat ketersediaan dana MLT yang sangat besar dan dinilai belum maksimal pemanfaatannya.
Elly menganggap, pemerintah sebenarnya bisa memaksimalkan pemanfaatan dana MLT BPJS Ketenagakerjaan yang diperuntukkan bagi program kepemilikan rumah untuk pekerja yang belum memiliki tempat tinggal.
“Untuk itu, kami minta setidaknya pemerintah merevisi pasal 7 dari yang wajib menjadi sukarela,” terang Elly.
Selain itu, Shinta mengatakan, Apindo mendorong penambahan manfaat program MLT BPJS Ketenagakerjaan.
Dalam pertemuan bersama BPJS Ketenagakerjaan dan Himbara, Apindo meminta pekerja swasta dapat dikecualikan dari Tapera serta mendapatkan fasilitas perumahan dari BP Jamsostek.
Sebagai catatan, Tapera mewajibkan masyarakat menabung untuk membiayai proyek perumahan rakyat sebesar 3% dari upah/pendapatan mereka. Sedangkan, pemberi kerja harus menanggung 0,5% sesuai dengan amanat dasar hukum UU No 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat.
Padahal, kata Shinta, para pekerja dan pemberi kerja juga masih dibebani sejumlah kewajiban iuran lainnya, seperti PPH 21 sebesar 5-35% sesuai dengan penghasilan pekerja, BPJS Ketenagakerjaan (JHT) sebesar 5,7% yang ditanggung perusahaan 3,7% dan pekerja 2%.
"Belum lagi BPJS Kesehatan dengan besar potongan 5% dengan tanggungan perusahaan 4% dan pekerja 1%, serta Jaminan Kecelakaan Kerja [JKK] dan Jaminan Kematian [JKM]," ujarnya.
Selanjutnya, baik APINDO dan KSBSI akan membentuk tim untuk menyusun Kertas Posisi dalam menyikapi Tapera.
(dov/lav)