Bloomberg Technoz, Jakarta - Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Konsultan Penyakit Paru Kerja dan Lingkungan, RSUP PERSAHABATAN JAKARTA, dr. Efriadi Ismail, SpP (K) mengatakan untuk menekan angka perokok pada anak muda harus dimulai dari orang tua.
Menurut Efriadi peran orang tua sangat penting untuk mengawasi dan memberikan edukasi terkait bahaya merokok.
"Tapi, kalau orang tuanya perokok yang rada susah," katanya kepada Bloomberg Technoz, Jumat (31/5).
Lebih lanjut, Dokter Efriadi menilai dengan kenaikan perokok aktif di Indonesia karena target industri rokok adalah remaja.
"Mereka yang bakal jadi pelanggan jangka panjang," penilaiannya.
Efek kesehatan yang ditimbulkan perokok aktif untuk anak dan remaja
Dokter Efriadi menjelaskan efek jangka panjang kesehatan bagi anak dan remaja yang sudah menjadi perokok aktif. Dia bilang efek samping yang dirasakannya sama halnya dengan orang dewasa pada umumnya.
"Iya termasuk stroke, banyak sekarang muncul di usia muda. Ini 30-an bahkan ada yang 20-an," tegasnya.
Merujuk data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan bahwa jumlah perokok aktif diperkirakan mencapai 70 juta orang, dengan 7,4% di antaranya perokok berusia 10-18 tahun.
Rincian kelompok usia 15-19 tahun merupakan kelompok perokok terbanyak (56,5%), diikuti usia 10-14 tahun (18,4%).
Data tersebut pun menunjukkan kenaikkan bila melihat data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) pada 2019, prevalensi perokok pada anak sekolah usia 13-15 tahun naik dari 18,3% (2016) menjadi 19,2% (2019).
“Kita dihadapkan dengan bahaya pertumbuhan perokok aktif di Indonesia, terutama pada anak remaja,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Eva Susanti dikutip dalam rilis Kementerian Kesehatan RI.
Eva menyampaikan pertumbuhan perokok aktif di Indonesia tersebut tidak terlepas dari industri produk tembakau yang gencar memasarkan produknya di masyarakat, terutama anak dan remaja, melalui media sosial.
“Upaya pemasaran dilakukan dengan memanfaatkan berbagai cara di antaranya jangkauan merek multinasional, influencer, topik yang sedang tren, popularitas, dan pengenalan merek tembakau serta nikotin di media sosial,” tutur Eva.
(dec/spt)