Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Rupiah akhirnya menutup pekan ini di posisi Rp16.250/US$, pada Jumat sore (31/5/2024), yang menjadi level penutupan mingguan terburuk sejak 19 April lalu.

Secara mingguan, nilai rupiah terkikis 1,6% dibanding posisi penutupan pekan lalu sehingga menjadikan pekan ini sebagai pekan terburuk setelah guncangan pasca libur Lebaran lalu yang menyeret rupiah menjebol level psikologis Rp16.000/US$. Pekan lalu, rupiah masih bertahan di kisaran Rp15.993/US$ kala menutup pekan.

Pelemahan rupiah memang tidak sendiri. Hampir semua mata uang Asia juga mengalami pekan yang buruk. Namun, pelemahan rupiah menjadi yang terburuk di antara mata uang Asia lain.

Dibanding won Korea misalnya, penurunan mingguannya 'hanya' sebesar 1,13%. Begitu juga peso Filipina yang tergerus 0,56%. Ringgit Malaysia justru menguat 0,1%. Rupee India melemah 0,37%. Baht Thailand melemah 0,31%. Sedangkan dong Vietnam menguat tipis 0,06%.

Khusus hari ini, rupiah hanya menguat 10 poin dibanding penutupan Kamis. Sedangkan kurs JISDOR Bank Indonesia juga ditutup menguat sangat tipis di Rp16.251/US$ sore ini.

Sementara bila memantau pergerakan rupiah offshore, sampai sore ini terlihat masih melanjutkan pelemahan di kisaran Rp16.273/US$ untuk NDF rupiah 1 bulan dan Rp15.258/US$ untuk NDF rupiah 1 pekan, memberi sinyal para investor cenderung menjauhi rupiah jelang rilis data inflasi PCE Amerika nanti malam.

Tekanan yang dihadapi oleh rupiah dan mata uang Asia memang banyak berpusat pada sentimen pasar global terutama terkait Amerika Serikat (AS).

Dua hari berturut-turut, pasar tertekan akibat lonjakan yield menyusul berbagai data yang dinilai mempersempit peluang penurunan bunga The Fed. Namun, pada hari ini sentimen berbalik lebih ramah menyusul data ekonomi AS kuartal 1-2024 yang lebih rendah dan belanja konsumen yang juga melandai.

Namun, rupiah menghadapi pelemahan lebih tajam karena dari dalam negeri juga menunjukkan kerentanan. Pendapatan negara turun pada April meskipun APBN masih mencatat surplus. Akan tetapi, adanya risiko dari backloading pembiayaan APBN dilihat sebagai risiko lanjutan yang bisa membebani pasar di sisa tahun.

Aksi jual pun melanda pasar surat utang domestik ditambah tekanan jual pemodal asing di pasar saham yang menjatuhkan IHSG kembali di bawah 7.000.

Mata uang emerging market termasuk rupiah juga masih akan menghadapi ketidakpastian serta tekanan lagi bila data inflasi PCE Amerika nanti malam angkanya lebih tinggi dari perkiraan.

(rui)

No more pages