Logo Bloomberg Technoz

Ironi Pungutan Tapera Kala Ketimpangan Lahan Kian Menganga

Tim Riset Bloomberg Technoz
03 June 2024 11:40

Suasana perumahan subsidi pemerintah di Kawasan Ciseeng Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (5/7/2023). (Bloomberg Technoz/ Andrean Kristianto)
Suasana perumahan subsidi pemerintah di Kawasan Ciseeng Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (5/7/2023). (Bloomberg Technoz/ Andrean Kristianto)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Meski menuai protes keras dari kalangan pekerja dan pengusaha, pemerintah tetap jalan terus memperluas penerapan iuran wajib Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) ke semua kalangan pekerja, termasuk pekerja BUMN/BUMD juga pekerja swasta. 

Para pekerja dan pengusaha dipaksa bergotong royong memberikan 3% dari gaji mereka untuk membantu pemerintah mengatasi backlog perumahan yang masih tinggi, mencapai 9,9 juta unit rumah saat ini. Pemerintah berdalih, angka backlog bisa semakin besar mengingat harga properti rata-rata bisa naik hingga 10%-15% per tahun.

"Sementara kenaikan gaji pekerja tidak linier dengan kenaikan harga properti. Bahayanya rumah makin tidak terjangkau sehingga pemerintah harus memikirkan cara bagaimana memenuhi kebutuhan dasar masyarakat," demikian cuitan Kantor Staf Presiden di akun resmi @ksp di platform X, akhir pekan lalu.

Pernyataan itu seakan ironis ketika pada saat yang sama tidak ada beleid yang cukup tegas membatasi kepemilikan tanah atau lahan tempat tinggal berbuntut masih tingginya ketimpangan penguasaan lahan di Indonesia. Seseorang bisa dengan mudah menguasai lahan dan membeli properti tanpa batas maksimal yang jelas, sehingga harga properti semakin mahal akibat aksi goreng para spekulan atau investor properti yang tidak dibatasi.

Imbasnya, harga tanah dan properti makin tak terjangkau masyarakat kebanyakan yang notabene berpenghasilan menengah ke bawah.