Logo Bloomberg Technoz

Data pertumbuhan ekonomi pada kuartal 1-2024 secara kuartalan mencatat kontraksi atau penurunan pertumbuhan sebesar 0,83%. Yang perlu digarisbawahi, kontraksi pertumbuhan terutama terjadi di sektor lapangan usaha yang padat karya.

Di antaranya, industri pengolahan yang menjadi tulang punggung, pertumbuhannya turun -0,35% pada kuartal 1 lalu. Disusul oleh sektor konstruksi yang juga turun -2,57%. Sektor pertanian yang juga banyak menyerap tenaga kerja hanya tumbuh 0,01% secara kuartalan dan mencatat kontraksi -3,54% secara tahunan. Sektor perdagangan juga hanya tumbuh 0,12%.

Menyeret Konsumsi

Gelombang PHK yang terus berlanjut bisa berdampak luas pada perekonomian. Kehilangan pekerjaan berarti pendapatan seseorang terhenti sehingga tidak memiliki kemampuan belanja.

Konsumsi masyarakat yang kian menipis bisa menyeret pertumbuhan ekonomi domestik semakin tertekan mengingat belanja rumah tangga adalah motor utama pertumbuhan saat ini dengan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto mencapai 55% pada kuartal 1-2024.

Konsumsi rumah tangga pada kuartal pertama lalu tercatat tumbuh 4,91%, lebih tinggi dibanding kuartal pertama empat tahun terakhir, terutama karena terungkit konsumsi masyarakat memasuki musim perayaan Ramadan dan Idulfitri mulai awal Maret lalu.

Pengunjung berbelanja di Pasar Cipulir, Jakarta Selatan, Selasa (2/4/2024). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Namun, bila dibanding dengan kuartal 1-2019, prapandemi, angkanya masih terbilang rendah. Ketika itu, konsumsi rumah tangga mampu tumbuh 5,02%.

Sementara bila memasukkan faktor Lebaran, belanja rumah tangga pada musim perayaan tahun ini juga termasuk yang terendah dalam tiga tahun terakhir.

Pada 2023 ketika musim perayaan berlangsung di kuartal 2-2023, konsumsi rumah tangga mencetak kenaikan 5,22%. Begitu juga pada 2022 yang tecermin dari data kuartal 2-2022 yang membukukan pertumbuhan konsumsi rumah tangga 5,52%.

Data lain juga memperlihatkan masyarakat mulai banyak memakai tabungan, diduga untuk menutup pengeluaran yang meningkat.

Nilai tabungan di rekening dengan saldo di bawah Rp100 juta pada April tercatat turun 0,7%. Pada saat yang sama, setelah Lebaran berlalu, ada indikasi tabungan kelas menengah, konsumen dengan nilai saldo rata-rata Rp1 juta-Rp10 juta, turun pada Mei ketika indeks belanja juga sudah turun tajam pasca Lebaran. Ini memberi sinyal ada fenomena masyarakat menengah mulai 'mantab' alias makan tabungan untuk menutup pengeluaran.

Sedikit Harapan

Data faktual ketenagakerjaan perlu diwaspadai. Terlebih dengan kini pemerintah berniat menerapkan iuran wajib Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) sebesar 2,5% dari gaji pekerja dan 0,5% dibayarkan oleh pemberi kerja. Tambahan pengeluaran menuai reaksi keras di tengah tekanan yang sudah dialami baik oleh para pekerja maupun pelaku usaha.

Pendapatan bersih para pekerja bisa semakin tergerus dan membatasi ruang konsumsi mereka. Selain itu, bagi pelaku dunia usaha, iuran wajib tambahan di kala masih menghadapi tantangan perlambatan ekonomi global, menjadi hal yang tidak diharapkan.

Bila mengacu pada hasil Survei Dunia Usaha pada kuartal 1-2024 yang dilansir Bank Indonesia pada akhir April, para pelaku usaha menilai kondisi rentabilitas (kemampuan perusahaan mencetak laba) dan likuiditas cenderung tidak sebagus kuartal sebelumnya.

Likuiditas dunia usaha, misalnya, tercatat menurun dengan saldo bersih sebesar 21,32% dibanding 24,2% pada kuartal IV-2023. Begitu juga rentabilitas usaha yang menurun jadi 19,38% dibanding 21,94% pada kuartal sebelumnya.

Meski begitu, masih ada optimisme di mana kegiatan usaha pada kuartal II ini diperkirakan semakin meningkat dengan Saldo Bersih Tertimbang (SBT) 18,94%, lebih tinggi dibanding kuartal pertama di 14,11%.

Begitu juga penggunaan tenaga kerja diprediksi akan lebih baik kuartal ini terutama untuk lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan, seiring kedatangan musim panen raya. Disusul juga oleh sektor pertambangan dan industri pengolahan dan konstruksi.

Namun, untuk lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, rekrutmen tenaga kerja pada kuartal ini diperkirakan melambat karena efisiensi proses kerja. Sedangkan di subsektor perdagangan mobil dan sepeda motor diprediksi masih meningkat dibanding kuartal sebelumnya.

Berdasarkan hasil Survei Konsumen terakhir yang dilansir oleh BI, pertengahan bulan ini, optimisme juga masih tersisa di mana Indeks Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja dalam enam bulan ke depan dengan kenaikan indeks sebesar 0,8 poin.

Kelompok yang paling optimistis tercatat adalah kelas dengan pengeluaran antara Rp1 juta sampai Rp2 juta dengan kenaikan indeks tertinggi sebesar 4,5 poin.

(rui/aji)

No more pages