Logo Bloomberg Technoz

Menurut dia, jika pemerintah tak segera menyiapkan kebijakan untuk melindungi kelas menengah, maka kelompok masyarakat ini akan bergeser menjadi kelas bawah yang rentan miskin atau bahkan miskin. 

"Jadi kalau kelas menengah tidak dilindungi, akan ada perpindahan pengeluaran kelas menengah ke kelas bawah. Memang bagus secara distribusi ekonomi, tapi negatif secara agregat perekonomian," papar dia.

Berdasarkan sejarahnya, komponen utama yang menopang ekonomi domestik dalam 15 tahun terakhir -sebelum pandemi Covid-19- ialah konsumsi domestik. Saat itu, para pekerja yang masuk dalam golongan kelas menengah dilindungi oleh Undang-undang ketenagakerjaan.

"Saat itu aturan membuat pekerja susah untuk di PHK (pemutusan hubungan kerja), jadi secara naluri kelas menengah merasa aman untuk konsumsi. Kalau sekarang mereka insecure secara pendapatan karena aturan baru omnibus law," kata Satria. 

Menurut dia, aturan ketenagakerjaan saat ini membuat kelas menengah lebih menahan diri untuk menggunakan pendapatannya dengan membatasi konsumsi. Mereka lebih memilih untuk menjaga diri di tengah situasi yang tidak pasi dengan menabung. Hal itu yang kemudian berdampak pada lesunya ekonomi.

"Saat ini daya beli sangat tercermin dari angka penjualan mobil yang rendah, angkanya kembali ke tahun 2011, di sektor properti juga minim," kata dia.

Sebelumnya, Pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui para pembantu presiden dan lembaga negara menetapkan sejumlah kebijakan makro dan moneter yang menuai kontroversi. 

Pro dan kontra muncul dari masyarakat karena tak sedikit kebijakan pemerintah yang pada akhirnya menjadi beban masyarakat, terutama kelas menengah. Di sisi perpajakan misalnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan kebijakan peningkatan tarif pajak pertambahan nilai (PPN), dan penyesuaian tarif baru pajak penghasilan (PPh) Pasal 21. 

Dari sisi bea cukai, pemerintah menetapkan kenaikan tarif cukai hasil tembakau yang berpotensi menaikkan harga produk rokok nasional. Tak hanya itu, Bendahara Negara juga mengatur penerapan cukai jenis baru, yakni Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK) dan Plastik.

Di sisi lain, kebutuhan harian masyarakat kembali dibebani dengan kebijakan kenaikan tarif tol, serta adanya potensi kenaikan tarif listrik dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) tertentu. Saat ini berhemat dengan bahan bakar subsidi, pemerintah malah berencana membatasi pasokan Pertalite bagi masyarakat. 

Kebutuhan pokok masyarakat berupa pangan yang layak menjadi sukar terpenuhi dengan adanya kebijakan kenaikan harga eceran tertinggi (HET) Beras, dan HET minyak goreng.

Para pekerja yang berupaya keras memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari harus memikul iuran tabungan perumahan rakyat (Tapera) setiap bulan.

Dari sisi moneter, Bank Indonesia (BI) menetapkan kenaikan suku bunga acuan yang berpotensi meningkatkan level suku bunga kredit perbankan nasional, dan berdampak pada bunga pinjaman masyarakat. 

(lav)

No more pages