Sri Mulyani menjelaskan bahwa jika sistem jejaring sosial seperti yang diterapkan di negara-negara Nordik ingin dilakukan, maka masyarakat harus siap dengan potongan pajak yang sangat besar.
Ia juga menceritakan pengalamannya saat menanyakan kolega lamanya di World Bank (Bank Dunia) terkait kebijakan pajak 70% tersebut. Menurutnya, koleganya yang tinggal di Finlandia tersebut tidak keberatan dengan pajak sebesar itu.
“Jadi kalau kamu dapet US$100 ribu, kamu cuma dapat US$30 ribu. [dia menjawab] iya, itu tidak memberatkan untuk kamu? [dia menjawab] enggak juga, tapi anak-anak saya semuanya masuk sampai perguruan tinggi, itu gratis orang anggap itu semua gratis,” ucap Sri Mulyani.
Seperti diketahui, belakangan ini sempat ramai diperbincangkan soal biaya kuliah atau Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Indonesia yang melonjak tinggi. Bahkan, kenaikan biaya kuliah tersebut terjadi ditengah sejumlah kebijakan pemerintah malah menjadi beban bagi masyarakat, utamanya para kelas menengah.
Di sisi perpajakan misalnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan kebijakan peningkatan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dan penyesuaian tarif baru pajak penghasilan (PPh) Pasal 21.
Dari sisi bea cukai, pemerintah menetapkan kenaikan tarif cukai hasil tembakau yang berpotensi menaikkan harga produk rokok nasional. Tak hanya itu, Bendahara Negara juga mengatur penerapan cukai jenis baru, yakni Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK) dan Plastik.
Di sisi lain, kebutuhan harian masyarakat kembali dibebani dengan kebijakan kenaikan tarif tol, serta adanya potensi kenaikan tarif listrik dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) tertentu. Saat ini berhemat dengan bahan bakar subsidi, pemerintah malah berencana membatasi pasokan Pertalite bagi masyarakat.
Kebutuhan pokok masyarakat berupa pangan yang layak bahkan bisa terganggu dengan adanya kebijakan kenaikan harga eceran tertinggi (HET) Beras, dan HET minyak goreng.
Namun pada akhirnya, kebijakan kenaikan UKT tersebut dibatalkan oleh pemerintah setelah timbulnya gelombang demonstrasi yang dilakukan pada berbagai kampus di Indonesia.
"Kami sudah menemui sejumlah rektor perguruan tinggi. Kami memutuskan membatalkan seluruh kenaikan UKT tahun ini," ujar Mendikbud Nadiem beberapa waktu yang lalu.
(azr/lav)