Wakil Ketua DPR itu sebelumnya juga pernah mengatakan, Partai Gerindra telah mengerucutkan dua nama yang berasal dari internal partai dalam bursa Pilkada Jakarta tapi saat itu Dasco belum membeberkannya karena kedua nama itu akan diumumkan partai.
Nama Budisatrio Djiwandono belakangan digadang jadi salah satu kandidat potensial di Pilkada Jakarta 2024. Ia jadi salah satu sosok yang diusulkan DPD Gerindra Jakarta ke DPP Gerindra untuk menjadi calon kepala daerah.
Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani menuturkan, Jakarta membutuhkan sosok yang matang, memiliki visi perekonomian yang bagus, dan tingkat pergaulan yang baik. Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, Budi memenuhi syarat.
"Budi Djiwandono adalah salah satu kandidat yang sedang kita matangkan untuk memimpin Jakarta," kata Muzani kemarin.
Apalagi, Muzani menyebut, Budi merupakan anggota parlemen dua periode sehingga Budi dianggap memiliki kemampuan untuk bisa memimpin Jakarta lebih baik lagi, dan memiliki kepedulian kepada rakyat dan masyarakat Jakarta.
Muzani mengakui Partai Gerindra telah melakukan pembicaraan dengan partai politik lain untuk mengusung Budi Djiwandono. Namun, dia tak membeberkan secara gamblang siapa saja partai tersebut. "Nanti saya cek," ucap Muzani.
Pilkada Jakarta Masih Barometer
Menanggapi hal tersebut, Peneliti Senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Lili Romli berpendapat, Pilkada Jakarta masih dinamis dan cair karena hingga kini belum ada calon definitif mengenai calon dan koalisinya seperti apa.
“Tapi yang pasti, Pilkada Jakarta akan menjadi incaran semua kandidat dan partai politik. Jakarta masih menjadi barometer politik nasional dan masih memiliki magnet yang kuat,” kata Lili saat dihubungi, Kamis (30/5/2024).
Dengan demikian, ketika Gerindra ingin menduetkan Budisatrio Djiwandono dan Kaesang Pangarep tidak lepas dari hal tersebut. Lili menilai langkah Dasco menyodorkan Budi dan Kaesang karena ingin menarik perhatian kalangan pemilih muda seperti milenial dan gen Z.
Namun, tambah Lili, belum tentu kalangan muda tersebut secara otomatis mendukungnya karena pemilih Jakarta sebagian besar merupakan pemilih kritis.
“Isu tentang politik dinasti dan tentang kapasitas akan muncul,” ujar Lili.
Kaesang nantinya selain akan dikaitkan dengan dinasti politik, publik juga akan mempertanyakan kapasitasnya saat memimpin Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
“Memimpin PSI saja tidak mampu lolos ambang batas parlemen 4%, kok ini ingin maju Pilgub Jakarta,” tegas Lili.
(mfd/ain)