"Folllow-up nya kita bentuk tim teknis. Apa yang dikerjakan? Pendalaman pengawasan dan admnistrasi lalu pajak dan TPPU-nya. Ini melengkapi apa yang disampaikan pimpinan sebelumnya jadi tidak ada (yang ditutupi) sebenarnya sama informasinya," kata Heru.
Sebelumnya Mahfud MD mengatakan, ada indikasi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tak menerima laporan Pusat Pelaporan Analisa dan Transaksi Keuangan (PPATK) secara utuh. Menurut dia, ada pegawai Kemenkeu yang memilah dan menyembunyikan data laporan hasil analisis (LHA) PPATK.
"Saya tak tahu siapa yang bohong (di Kemenkeu)," kata Mahfud saat rapat dengan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rabu (29/3/2023).
Salah satunya, kata dia, kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) melalui penyelundupan emas batangan.
PPATK mencurigai karena data Bea Cukai mencatatnya sebagai emas mentah. Dalam pemeriksaan, pegawai tersebut pun mengeklaim emas baru akan diolah menjadi emas batangan pada sebuah perusahaan di Surabaya. Berdasarkan penelusuran, PPATK tak menemukan perusahaan yang diklaim bisa mengolah emas mentah menjadi batangan.
PPATK pun melaporkan temuan tersebut secara langsung ke Kemenkeu, pada 2017. Saat itu, sejumlah petinggi Kemenkeu turut hadir yaitu Inspektorat Jenderal dan Direktorat Jenderal Bea Cukai. Namun karena minim respons, PPATK kembali melaporkan kasus tersebut bersama LHA lainnya pada tahun-tahun berikutnya. Namun kata mahfud tak ada tindak lanjut.
"Laporan itu diberikan 2017 oleh PPATK dan tak pakai surat diserahkan kepala PPATK langsung ke Kemenkeu yang diwakili oleh Dirjen Bea cuka, Irjen Kemenkeu dan dua orang lainnya. Ini serahkan kenapa enggak pakai surat karena ini sensitif. Dua tahun enggak muncul, tahun 2020 dikirim juga enggak sampai juga ke bu Sri Mulyani sehingga (Sri Mulyani) bertanya ketika kami dikasih itu. Yang dijelaskan yang salah," kata Mahfud yang juga Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
(ezr)