Adapun, evaluasi dilakukan oleh Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan dan Kementerian Perindustrian.
“Sudah ada masuk laporan dari Kemenkeu banyak masukan untuk hal tersebut, beberapa sangat baik bahwa terbukti ini bagus berjalan. Namun, angka-angka lainnya, beberapa ada yang tidak sejalan dari sisi angka. Misalkan, untuk realisasi dari investasi ini kami masih dalami hal tersebut untuk dilakukan evaluasi secara segera” ujarnya.
Menteri ESDM Arifin Tasrif baru-baru ini padahal telah memastikan kebijakan HGBT sebesar US$6/MMBtu berlanjut setelah 2024. Namun, dia tidak menjelaskan apakah pelaksanaan HGBT tetap diberikan hanya kepada 7 sektor industri atau diperluas sesuai dengan permintaan dari Kementerian Perindustrian.
Sejalan dengan itu, pemerintah juga tengah membangun infrastruktur gas serta jaringan gas (jargas), yang bisa digunakan untuk menggantikan impor gas minyak cair atau liquified petroleum gas (LPG).
“[HGBT] insyallah akan dilanjutkan. Kita juga sedang berupaya membangun lagi infrastruktur gas, supaya bisa dimanfaatkan. Nanti juga bisa jadi jargas dan menggantikan impor LPG. Kalau tidak, devisa kita habis semua, sedangkan kita produksi gasnya akan banyak,” ujar Arifin saat ditemui usai Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional, pekan lalu.
Kebijakan HGBT sedianya tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Kepmen ESDM) Nomor 91/2023. Lalu, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 121/2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.
HGBT ditentukan serendah US$6/MMBtu untuk 7 sektor industri yang mencakup industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet, yang berlaku hingga pengujung tahun ini.
(prc/wdh)