Atas dugaan ini menyatakan terdapat potensi diskriminasi antara perlakuan Starlink dengan pebisnis ISP lainnya yang selama ini selalu patuh pada regulasi.
Baca Juga: Netizen Pamer Internet Ngebut Starlink
Lebih jauh, APJII turut mempersoalkan keberadaan Network Operating Center (NOC) sebagai syarat ULO Starlink. “Menurut hemat saya ketika diadakan ULO harusnya NOC tersebut telah tersedia,” papar dia.
Pekan lalu Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi untuk menjamin keamanan data dan kepatuhan terhadap hukum PT Starlink Services Indonesia akan menyediakan NOC di Indonesia.
Juga disampaikan Direktur Telekomunikasi Kominfo Aju Widya Sari dilansir dari sejumlah media lokal, “kalau tidak memenuhi persyaratan bangun NOC di Indonesia, mana mungkin PT Starlink Services Indonesia mendapat izin. Mereka sudah bangun NOC, lalu kami mengeluarkan izin.”
Pemenuhan syarat NOC melengkapi izin sebelumnya, yaitu Starlink selaku penyelenggaran layanan jaringan tertutup VSAT di seluruh Indonesia, penyelenggaran jasa ISP, dan bekerja sama dengan penyelenggara jasa gerbang akses internet atau Network Access Provider (NAP).
Dengan demikian, Starlink kini telah mendapatkan seluruh izin dalam bisnis layanan jasa internet berbasis satelit orbit rendah (Low Earth Orbit/LEO) di seluruh Indonesia, disampaikan Wayan Toni, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (Dirjen PPI) Kominfo Wayan Toni Supriyanto.
"Perizinan berusaha penyelenggaraan jasa ISP yang sudah dimiliki PT Starlink Service Indonesia wajib menyelenggarakan layanan akses internet. Layanan ini tergantung jaringan yang dipakai untuk melayani akses internet ke masyarakat. Dalam hal ini, PT Starlink Service Indonesia menggunakan jaringan VSAT yang dimiliki sendiri dimana coverage layanan VSAT mencakup seluruh wilayah Indonesia."
Pengamat teknologi sekaligus Heru Sutadi Direktur Eksekutif Information and Communication Technology (ICT) Institute menggarisbawahi peran pemerintah sebagai 'wasit' di industri telekomunikasi. Pemain baru seperti Starlink harus mengikuti prosedur, mendapatkan hak setara, dan mematuhi kewajiban, agar tercipta lingkungan bisnis yang sehat.
“Memang kita memerlukan regulator atau pemerintah yang menjamin kompetisi dilakukan sehat antar tiga model teknologi yang dipakai [operator seluler, penyelenggara berbasis fiber optic, jasa satelit]. Dengan kompetisi sehat, kita harapkan masyarakat diuntungkan dengan layanan berkualitas dan harga terjangkau,” jelas Heru saat berbincang dengan Bloomberg Technoz.
Ekosistem yang sehat dalam berbisnis merupakan poin penting guna menyeimbangkan antara kompetisi antar provider dengan terwujudnya layanan terbaik kepada konsumen.
(dec/wep)