"Adanya program untuk pembiayaan perumahan ini tentu saja kami pandang positif terhadap industri perumahan, karena pemerintah pasti memiliki studi kajian dan pertimbangan sendiri. Namun, situasi ekonomi dan daya beli masyarakat juga tidak sedang baik-baik saja, sehingga beban ini harus pula diperhitungkan," terangnya.
Belajar dari Singapura, lanjut Joko dalam mengelola dana pembangunan perumahan untuk masyarakatnya, pemerintah seharusnya membentuk lembaga seperti CPF.
Singapura melalui lembaga CPF tidak hanya mengelola dana penyediaan perumahan saja, tetapi juga menyatu dengan dana jaminan sosial lainnya dalam satu akun jaringan seperti seperti dana pensiun, fasilitas kesehatan, pendidikan anak, dan asuransi jiwa bagi pekerja.
CPF di negara tersebut juga bersifat wajib bagi setiap warga negara Singapura dan dikelola oleh pemerintah. Skema iurannya didukung bersama-sama oleh pekerja, pemberi kerja, dan pemerintah.
Untuk itu, lewat jaminan sosial terintegrasi seperti CPF, Joko meyakini bahwa semua kebutuhan rakyat dari sejak lahir, sekolah, bekerja, pensiun sampai meninggal dunia sudah terjamin dan tertanggani dengan baik.
"Selain itu, pembayaran iuran yang hanya satu kali meminimalisir tumpang tindih [overlapping] iuran yang dipastikan akan membantu meringankan beban masyarakat," ujarnya.
Belum lama ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menetapkan PP No. 21/2024 tentang perubahan atas PP No. 25/2020 tentang Tapera.
Pengelolaan dana iuran oleh BP Tapera sendiri mulai dilakukan sejak 2021 dan merupakan bagian dari program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan atau FLPP yang sebelumnya dimandatkan kepada Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP).
(prc/wdh)