Sinyal 'Vibecession', Ekonomi RI Tidak Baik-Baik Saja
Tim Riset Bloomberg Technoz
29 May 2024 13:25
Bloomberg Technoz, Jakarta - Fenomena yang marak disebut vibecession kini terjadi di Indonesia, yakni ketika persepsi masyarakat terhadap kondisi ekonomi bertolak belakang dengan data ekonomi yang tersedia.
Pemerintah kerap menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dan inflasi Indonesia masih aman sesuai target nasional, dimana Produk Domestik Bruto (PDB) tumbuh 5,11% pada kuartal 1-2024. Kenaikan harga-harga, atau inflasi, juga dianggap masih dalam batas proyeksi Bank Indonesia di level 3% pada April lalu.
Akan tetapi bila dicermati lebih dalam, pertumbuhan ekonomi RI secara kuartalan pada kuartal 1-2024 justru mencatat kontraksi sebesar 0,83% dibanding kuartal sebelumnya. Penyebabnya adalah penurunan pertumbuhan beberapa sektor usaha seperti sektor konstruksi yang mencatat penurunan -2,57%, lalu sektor jasa pendidikan yang minus 10,34%, sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial yang turun -7,48%.
Selain itu, ada kondisi global yang masih tidak menentu hingga bisa memacu harga minyak dunia dan mengancam nilai tukar rupiah, ditambah potensi kenaikan ekspektasi inflasi akibat sinyalemen kenaikan harga barang-barang yang diatur pemerintah. Faktor-faktor ini meningkatkan tekanan terhadap kondisi keuangan negara.
"Ketegangan fiskal ini menandakan ada 'vibecession' dalam perekonomian," kata Head of Equity Research Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro dan analis Drewya Cinantyan dalam catatan yang dilansir, Selasa (28/5/2024).
Vibecession merupakan istilah yang mulai populer sejak 2022 dan menggambarkan adanya ketidaksinambungan antara perekonomian suatu negara dengan persepsi umum publik yang cenderung pesimistis.
Data menunjukkan, beberapa sektor penyerap tenaga kerja banyak (padat karya), seperti industri pengolahan juga mencatat kontraksi di kuartal satu tahun ini -0,35%, sedang sektor pertanian hanya tumbuh 0,01%, begitu juga sektor perdagangan yang cuma tumbuh 0,12%.
Pelemahan sektor usaha yang menyerap tenaga kerja banyak ini bisa memicu lonjakan angka pengangguran. Data terakhir yang dilansir oleh Badan Pusat Statistik, jumlah pengangguran di Indonesia pada Februari 2024 mencapai 7,2 juta orang, masih lebih tinggi dibanding masa prapandemi di 6,9 juta orang.