Pada saat yang sama, kejatuhan nilai rupiah yang telah melampaui asumsi makro APBN 2024 di Rp15.000/US$, ditambah risiko kenaikan harga minyak dunia seiring tensi geopolitik di Timur Tengah yang meningkat, menempatkan stabilitas anggaran dalam pertaruhan.
Ada risiko defisit APBN tahun ini bisa bengkak, bertambah Rp62 triliun akibat pelemahan rupiah dan tekanan harga minyak dunia. "Bila harga minyak Indonesia [ICP] bertahan di US$82 per barel dan nilai tukar rupiah di Rp16.000/US$, defisit fiskal bertambah Rp62 triliun di mana hal itu masih bisa diserap oleh APBN," kata Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede dilansir dari Bloomberg News.
Kekhawatiran itu sepertinya memicu pula aksi jual di pasar surat utang domestik hari ini, selain tekanan sentimen pasar obligasi global dipicu kejatuhan harga Treasury, surat utang AS, tadi malam.
Tingkat imbal hasil SBN bergerak naik di hampir semua tenor. SBN 10Y naik ke 6,893%, sedangkan SBN 5Y naik ke 6,926% dan tenor pendek 2Y naik ke 6,673%.
Investor asing mencatat penurunan kepemilikan SBN di pasar sekunder menjadi Rp802,84 per 27 Mei berdasarkan data Kementerian Keuangan RI. Pada 22 Mei lalu, sebelum libur Waisak, asing melepas Rp432,78 miliar SBN di pasar sekunder.
Sementara dalam lelang SUN yang dilangsungkan kemarin, pemodal asing tercatat membeli Rp4,73 triliun dari total permintaan yang dimenangkan pemerintah sebesar Rp22 triliun.
(rui)