Bahkan, Pertamina Patra Niaga menargetkan terdapat 100 SPBU yang menjual Pertamax Green 95 pada tahun ini.
Adapun, Pertamina melandasi keputusan perluasan SPBU yang menjual Pertamax Green 95 berdasarkan permintaan. Perseroan tidak menampik rerata penjualan belum terlalu besar, tetapi permintaan Pertamax Green 95 diklaim terus bertumbuh.
Menurut Irto, segmen RON 95 merupakan kendaraan dengan kompresi mesin 11-12:1 seperti BMW, Zenix dan Camry.
“Selain itu juga pemilik kendaraan yang memang memiliki kepedulian pada produk produk ramah lingkungan,” ujar Irto.
Bagaimana Nasib Pertalite?
Pertamina Patra Niaga telah beberapa kali memastikan bahwa Pertamax Green 95 tidak akan menggantikan Pertalite.
Irto mengatakan Pertalite merupakan jenis BBM khusus penugasan (JBKP) yang diatur oleh pemerintah. Sementara itu, Pertamax Green 95 merupakan upaya perseroan dalam menambah varian BBM, yang tidak dimaksudkan untuk menggantikan Pertalite.
Mengenai SPBU yang tidak menjual Pertalite, Irto mengatakan, memang sejak awal terdapat SPBU yang tidak menjual Pertalite, tetapi jumlahnya hanya sedikit. Mayoritas SPBU masih menjual Pertalite.
Irto memang menampik bahwa Pertamax Green 95 bakal digunakan untuk menggantikan Pertalite.
Namun, pemerintah mengonfirmasi bahwa mereka tengah melakukan persiapan penyediaan BBM bioetanol untuk mengganti Pertalite atau Pertamax.
Persiapan tersebut salah satunya melalui Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan.
Dalam kaitan itu, Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengonfirmasi bahwa satgas memang bertujuan untuk menyiapkan bahan baku biofuel pengganti Pertalite atau Pertamax yang bakal mulai digunakan pada 2027.
“Penyediaan bioetanol yang berasal dari fermentasi tetes [tebu/molasses] digunakan untuk pengganti Pertamax atau Pertalite. [Bioetanol pengganti Pertalite atau Pertamax bisa digunakan] sesuai dengan rencana produksi di Merauke pada 2027,” ujar Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Yuliot kepada Bloomberg Technoz, akhir April.
Satgas tersebut bakal mengembangkan 4 klaster di lahan seluas 2 juta hektare (ha). Bahkan, pengembangan klaster 3 sudah mulai dilakukan. Pengembangan klaster lainnya bakal dilakukan secara pararel, tetapi Yuliot tidak menjelaskan kapan pengembangan klaster lainnya dimulai.
Selain itu, Pertamina juga mengonfirmasi keterlibatannya di Satgas Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan.
CEO PT Pertamina New & Renewable Energy (PNRE) John Anis mengatakan perseroan bakal berperan dalam menyediakan etanol yang merupakan bahan baku dari bahan bakar bioetanol, yakni Pertamax Green.
Namun, John mengatakan, perseroan masih belum memastikan tingkat RON dari Pertamax Green yang diproduksi dari sumber daya di Merauke, yang nantinya bakal digunakan sebagai pengganti Pertalite atau Pertamax.
“Pemerintah mengharapkan ada bauran dengan etanol, etanol akan disuplai dari kami. Masih kita lihat [RON 95 atau 92] mana yang paling baik. Namun, yang jelas nanti akan dicampur, kita juga masih mikir, 10%, 15% atau 20%? Masih kita diskusikan,” ujar John saat ditemui di Jakarta Selatan, akhir April.
(dov/wdh)