Tak hanya sampai di situ, berdasarkan data Bloomberg, IHSG mencatat penurunan terdalam nomor satu di Asia dan juga ASEAN, bersanding dengan Index Hang Seng Hong Kong.
Penyebab IHSG Anjlok
Koreksi tajam IHSG terjadi di tengah sentimen jelang rilis data inflasi PCE (Personal Consumption Expenditure) Amerika Serikat pada Jumat, investor bermain ‘Aman’, dan mengurangi posisi di aset-aset yang lebih berisiko di Emerging Market, termasuk pasar Indonesia.
Tadi malam, imbal hasil Treasury, surat utang Pemerintah Amerika Serikat, melonjak melesat indikasi kejatuhan harga di mana yield UST-10Y menguat 8,5 bps ke 4,55% dan tenor 2Y saat ini semakin mendekati 5% lagi.
Kejatuhan harga Treasury, dipicu oleh sinyal yang keluar dari hasil lelang Treasury oleh Kementerian Keuangan AS di mana UST-5Y dimenangkan sebanyak US$70 miliar pada yield 4,553%, di atas yield pra–lelang di 4,540%.
Sinyal dari AS itu akan membebani aset-aset Emerging Market termasuk pasar keuangan Indonesia karena yield UST yang kian tinggi mempersempit selisih dengan imbal hasil Surat Utang Negara. Saat ini, imbal hasil investasi AS dengan Indonesia hanya berjarak 233 bps. Surat utang RI semakin tidak menarik.
Tercatat saham-saham unggulan perbankan Big Caps juga mengalami penurunan dengan nilai cukup besar pada perdagangan hari ini,
- Saham PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) turun 200 poin (6,11%) ke Rp3.080/saham
- Saham PT Barito Pacific Tbk (BRPT) turun 60 poin (5,13%) ke Rp1.110/saham
- Saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) turun 190 poin (4,03%) ke Rp4.520/saham
- Saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) turun 200 poin (3,36%) ke Rp5.750/saham
- Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) turun 90 poin (2,01%) ke Rp4.440/saham
- Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) turun 75 poin (0,81%) ke Rp9.225/saham
(fad)