"Meningkatnya jumlah penerbitan obligasi menyiratkan tekanan fiskal yang lebih besar pada paruh kedua jika suku bunga kembali naik," jelas Drewya.
Dia menilai perlambatan perekonomian berkontribusi terhadap penurunan penerimaan negara sebesar yang mencapai 7,6% pada April 2024 secara tahunan (year-on-year/YoY).
Drewya menjelaskan hal ini disebabkan oleh kinerja pengumpulan pajak penghasilan (PPh) Badan atau biasa dikenal sebagai pajak korporasi yang merosot hingga 35,5%. Selain itu, pajak pertambahan nilai (PPN) juga turun 13,9%. Ini merupakan data pemungutan penerimaan bersih, termasuk restitusi pajak.
"PNBP (penerimaan negara bukan pajak) yang terdiri dari pembayaran dividen dan royalti BUMN dan industri migas juga turun sebesar 6,7% YoY," ujar Satria dalam hasil risetnya.
Di sisi lain, lanjut dia, terjadi lonjakan belanja negara sebesar 10,9% YoY. Hal ini didorong oleh belanja pegawai akibat pencairan bonus Idulfitri bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), termasuk Pegawai Sipil Negara (PNS).
Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro menambahkan, masyarakat juga perlu menyoroti adanya peningkatan belanja barang negara sebesar 30,3% YoY untuk pengadaan keperluan Pemilihan Umum (Pemilu) sebesar Rp19,8 triliun.
"Peningkatan belanja barang juga karena ada pengeluaran persenjataan negara atau Alutsista sebesar Rp11,3 triliun untuk Kementerian Pertahanan, dan untuk Polri Rp9,5 triliun," papar Satria.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan APBN 2024 masih membukukan surplus sampai akhir April. Akibatnya, penarikan utang pun turun tajam.
Pada Senin (27/5/2024), Sri Mulyani mengumumkan APBN 2024 masih mengalami surplus Rp 75,7 triliun atau 0,33% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Ini didapat dari realisasi penerimaan negara yang sebesar Rp924,9 triliun atau lebih besar dibanding belanja negara yang senilai Rp849,2 triliun.
Meski demikian, realisasi penerimaan April menurun dibanding penerimaan sebelumnya. Sebaliknya, realisasi belanja malah melonjak dibanding nominal belanja sebelumnya.
Pada periode ini, surplus APBN membuat penarikan utang bisa dikurangi. Realisasi pembiayaan utang hingga akhir April tercatat Rp 119,1 triliun. Turun 51,2% dibandingkan Januari-April 2023.
"Kita bisa cukup steady, termasuk yield spread kita terhadap US Treasury, karena kita memang sangat terukur dalam meng-issue surat utang. Kita juga mengalami penurunan yield 33 basis poin," tegas Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita.
(lav)