Dengan demikian, pihaknya tetap mengupayakan untuk melakukan penyelamatan atas BPR-BPR yang masuk dalam radar OJK untuk dicabut izinnya. Namun, pihaknya tetap memperhatikan aspek-aspek tertentu dalam penyelamatan itu.
“Kami lakukan penyelamatan semaksimal mungkin, ini bagaimana bagus tidak kondisinya bisa diselamatkan tidak dampak ke ekonominya bagaimana. Sayangnya selama ini yang dikasih ke kami yang karena fraud, kala yang bagus-bagus selamat,” tutur Purbaya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa bertambahnya BPR yang dicabut izinnya oleh OJK bukan berarti menunjukan suatu kondisi tertentu pada perekonomian RI.
Menurutnya, hal itu terjadi karena kebijakan yang ditetapkan OJK untuk memberantas BPR yang tidak sehat dan tidak mengikuti regulasi yang berlaku.
Ke depan, Purbaya menegaskan pihaknya menegaskan siap untuk menangani BPR yang dicabut izinnya oleh OJK. Ia menekankan bahwa pihaknya memiliki dana yang cukup untuk membayar klaim nasabah.
“Mungkin dulu-dulu [pengetatan aturan BPR belum dilakukan] karena krisis, karena politik masih takut. Tapi sekarang-kan sudah lebih sehat keadaannya jadi ekonomi kita bisa menerima itu tanpa berita negatif yang berlebihan,” kata Purbaya.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menjelaskan BPR/S yang ditutup oleh OJK rerata adalah bank-bank yang problematik, yakni melakukan pelanggaran dan tidak menaati regulasi yang ada. Namun, ia menegaskan saat ini para BPR/S sudah cukup baik dalam mematuhi aturan yang berlaku.
Dian menyebut, sebelum pihaknya melakukan penutupan BPR/S, maka telah dilakukan berbagai proses yang panjang, termasuk penyehatan BPR, meski dengan batas waktu tidak lebih dari satu tahun.
“Ketika waktunya sudah habis akan diserahkan LPS, LPS bukan hanya membayar tapi juga memilih diselamatkan atau tidak diselamatkan,” ungkap usai peluncuran peta jalan Pengembangan dan Penguatan Industri BPR/s (RP2B) di Jakarta, Senin (20/5/2024).
(azr/lav)