Para penyintas mengatakan bahwa keluarga-keluarga sedang bersiap-siap untuk tidur ketika serangan menghantam lingkungan Tel Al-Sultan di mana ribuan orang berlindung setelah pasukan Israel memulai serangan darat di sebelah timur Rafah lebih dari dua minggu yang lalu.
"Kami sedang berdoa ... dan kami sedang menyiapkan tempat tidur anak-anak kami untuk tidur. Tidak ada yang aneh, lalu kami mendengar suara yang sangat keras, dan api meletus di sekitar kami," kata Umm Mohamed Al-Attar, seorang ibu Palestina berkerudung merah.
"Semua anak-anak mulai berteriak... suaranya sangat menakutkan; kami merasa logam-logam itu akan runtuh menimpa kami, dan pecahan-pecahan peluru berjatuhan ke dalam ruangan."
Rekaman video yang diperoleh Reuters menunjukkan api berkobar dalam kegelapan dan orang-orang berteriak panik. Sekelompok pemuda berusaha mengangkut lembaran-lembaran besi bergelombang dan sebuah selang dari sebuah truk pemadam kebakaran mulai memadamkan kobaran api.
Lebih dari separuh korban tewas adalah perempuan, anak-anak, dan orang tua, kata pejabat kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas, dan menambahkan bahwa jumlah korban tewas kemungkinan besar akan bertambah karena mereka mengalami luka bakar yang parah.
Petugas medis kemudian mengatakan bahwa serangan udara Israel pada Senin di sebuah rumah di Rafah telah menewaskan tujuh orang Palestina, dan beberapa orang lainnya terluka.
Militer Israel mengatakan bahwa serangan Minggu, yang didasarkan pada "informasi intelijen yang akurat", telah menewaskan kepala staf Hamas untuk wilayah Palestina yang lebih luas, Tepi Barat, serta seorang pejabat lain yang berada di balik serangan mematikan terhadap warga Israel.
Hal itu terjadi setelah pencegatan delapan roket yang ditembakkan ke arah Israel dari daerah Rafah di ujung selatan Gaza.
Israel tetap melanjutkan serangannya meskipun ada keputusan dari pengadilan tertinggi PBB pada Jumat yang memerintahkannya untuk berhenti, dengan mengatakan bahwa keputusan pengadilan tersebut memberikannya ruang untuk melakukan aksi militer di sana. Pengadilan juga menegaskan kembali seruan untuk pembebasan sandera yang ditahan di Gaza oleh Hamas dengan segera dan tanpa syarat.
AS mendesak Israel untuk lebih berhati-hati dalam melindungi warga sipil, namun tidak menyerukan penghentian serangan ke Rafah.
"Israel memiliki hak untuk menyerang Hamas, dan kami memahami bahwa serangan ini menewaskan dua teroris senior Hamas yang bertanggung jawab atas serangan-serangan terhadap warga sipil Israel," ujar juru bicara Dewan Keamanan Nasional. "Namun, seperti yang telah kami jelaskan, Israel harus mengambil setiap tindakan pencegahan yang memungkinkan untuk melindungi warga sipil."
Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan bahwa ia "sangat marah" atas serangan terbaru Israel. "Operasi ini harus dihentikan. Tidak ada daerah yang aman di Rafah untuk warga sipil Palestina," katanya di X. Beberapa ribu demonstran kemudian berkumpul di Paris untuk memprotes serangan Israel di Gaza.
Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock dan kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan bahwa keputusan Mahkamah Internasional harus dihormati.
"Hukum humaniter internasional berlaku untuk semua, juga untuk perilaku perang Israel," kata Baerbock.
Pemerintah Kanada mengatakan bahwa mereka "ngeri" dengan serangan udara mematikan di Rafah, dan menyerukan gencatan senjata segera.
"Kanada tidak mendukung operasi militer Israel di Rafah," kata Menteri Luar Negeri Melanie Joly dalam sebuah tulisan di X. "Tingkat penderitaan manusia seperti ini harus segera diakhiri."
Arab Saudi dan Uni Emirat Arab juga mengutuk serangan Israel dan Qatar mengatakan bahwa serangan Rafah dapat menghalangi upaya untuk memediasi gencatan senjata dan pertukaran sandera.
(red/ros)