Adapun RI mencatat penurunan pendapatan negara akibat anjloknya harga komoditas global yang mempengaruhi profitabilitas Badan Usaha di sektor tambang dan alhasil menurunkan setoran pajak Badan Usaha.
Penerimaan pajak turun di semua jenis, mulai dari Pajak Penghasilan (PPH) Non-Migas yang turun 8,25%, lalu pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPNBM) yang juga anjlok 8,95%. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak lain-lain juga anjlok 21,34%, disusul penurunan PPH Migas hingga 23,2%.
"Perusahaan-perusahaan dengan harga komoditas yang turun ada penurunan profitabilitas sehingga (Setoran) pajak juga mengalami penurunan, terutama di pertambangan," jelas Menteri Keuangan RI Sri Mulyani dalam jumpa pers APBNKita di Jakarta, Senin kemarin.
Pendapatan negara pada April mencapai Rp924,9 triliun atau 33% dari target, dengan data tersebut, realisasi penerimaan negara ini turun 7,6% dari periode yang sama pada tahun lalu, atau year-on-year/yoy.
Sementara Belanja Negara mencapai Rp849,2 triliun, melonjak 10,9% atau 25,5% dari pagu belanja yang ditetapkan.
Dengan demikian, pada April 2024, APBN mencatat surplus Rp75,7 triliun atau 0,33% dari estimasi Produk Domestik Bruto tahun ini.
"Kalau dilihat dari tingkat pendapatan negara terjadi penurunan dibandingkan tahun lalu yang memang kita dapatkan Windfall dari kenaikan komoditas jadi ada 7,6% penurunan secara tahunan," katanya.
Menteri Keuangan RI menyatakan, keseimbangan primer juga masih mencatat surplus yang masih sangat besar mencapai Rp237,1 triliun.
Sentimen lanjutan datang dari pengumuman Bank Indonesia terkait uang beredar dengan laju pertumbuhannya yang melambat pada April.
"Likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) pada April 2024 tetap tumbuh. Posisi M2 pada April 2024 tercatat sebesar Rp8.928 triliun atau tumbuh sebesar 6,9% (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 7,2% (yoy)," terang BI dalam laporannya yang terbit pagi tadi, Senin.
Perkembangan tersebut, lanjut BI, didorong oleh pertumbuhan uang beredar arti sempit (M1) sebesar 5,5% dan uang kuasi sebesar 8,5%. Pada Maret, M1 tumbuh 7,9% dan uang kuasi tumbuh 6,2%.
Posisi M2 pada April, dipengaruhi oleh perkembangan penyaluran kredit dan tagihan bersih kepada Pemerintah Pusat. Penyaluran kredit pada April tumbuh sebesar 12,3%, meningkat ‘Tipis’ dibandingkan dengan pencapaian pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 11,9%.
Dari global, seperti yang diwartakan Bloomberg News, ketegangan di Timur Tengah kembali memanas terjadi peningkatan intensitas menyusul tewasnya seorang tentara Mesir dalam bentrokan dengan pasukan Israel.
Militer Mesir mengonfirmasi bahwa seorang penjaga perbatasan tewas di perlintasan Rafah ke Gaza pada Senin, yang dapat meningkatkan ketegangan dengan Israel.
Dalam bentrokan perbatasan, Pasukan Pertahanan Israel (Israel Defense Forces/IDF) mengatakan “Sebuah insiden penembakan terjadi di perbatasan Mesir,” dan diskusi dengan Mesir sedang berlangsung, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
Dari Amerika Serikat, Tim Research Phillip Sekuritas memaparkan, Perhitungan Final data Consumer Sentiment Index (CSI) yang dijalankan oleh University of Michigan direvisi ke atas ke level 69,1 untuk Mei dari perhitungan awal 67,4, namun masih berada di level terendah dalam enam bulan.
“Ekspektasi Inflasi untuk satu tahun ke depan naik lebih rendah dari ekspektasi menjadi 3,3% dari perhitungan awal 3,5%. Ekspektasi inflasi untuk lima tahun ke depan stabil di 3,0%, sedikit lebih rendah dari perhitungan awal 3,1%,” mengutip riset harian Tim Research Phillip Sekuritas.
Sementara itu, Data Durable Goods Orders memperlihatkan permintaan atas barang-barang tahan lama yang di produksi di AS naik 0,7% mtm pada April, menandakan kenaikan selama tiga bulan beruntun dan bertolak belakang dengan ekspektasi pasar yang turun 0,8%.
Fokus perhatian investor minggu ini juga tertuju pada rilis data Personal Consumption Expenditure (PCE) Price Index, sebuah indikator favorit Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) untuk mengukur inflasi, pada hari Jumat yang akan datang.
Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana memaparkan, IHSG terkoreksi 0,64% ke 7.176 dan disertai dengan volume penjualan.
“Saat ini, diperkirakan posisi IHSG sedang berada di akhir wave (iv) dari wave [c] pada label hitam, sehingga koreksi IHSG diperkirakan akan relatif terbatas untuk menguji 7.160-7.162,” papar Herditya dalam risetnya pada Selasa (28/5/2024).
Herditya juga memberikan catatan, selanjutnya, IHSG berpeluang menguat kembali untuk menuju ke 7.309 hingga 7.392.
Bersamaan dengan risetnya, Herditya memberikan rekomendasi saham hari ini, ADRO, ARTO, HOKI, dan JPFA.
Analis Phintraco Sekuritas juga memaparkan, waspadai support IHSG di 7.150 pada perdagangan hari ini, Selasa (28/5).
“Pelemahan IHSG di Senin (27/5) relatif sesuai dengan ekspektasi. Pelemahan tersebut bersamaan dengan pelemahan nilai tukar Rupiah sebesar 0,44% ke Rp16.060/US$. Kondisi ini dipengaruhi oleh hasil risalah The Fed yang menunjukan pandangan mixed dari petinggi-petinggi the Fed terkait timeframe pemangkasan sukubunga acuan,” tulisnya.
Kondisi di atas berpotensi kembali memicu capital outflow dari pasar modal Indonesia untuk beberapa waktu kedepan. Sebagai informasi, net sell investor asing mencapai Rp1 triliun di Senin (27/5).
Oleh sebab itu, sebaiknya tetap waspadai support IHSG di 7.150. Jika tekanan aksi jual membesar, tidak tertutup kemungkinan IHSG kembali uji level support selanjutnya di 7.100.
Melihat hal tersebut, Phintraco memberikan rangkuman rekomendasi saham hari ini meliputi MEDC, ACES, ICBP, EXCL, dan BFIN.
(fad/wdh)