Logo Bloomberg Technoz

Menyiapkan Uang Kuliah Anak dengan Investasi Emas

Tim Riset Bloomberg Technoz
28 May 2024 11:50

Karyawan menunjukkan emas batangan Galeri 24 Pegadaian dan Antam di Galeri 24, Jakarta, Selasa (21/5/2024). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)
Karyawan menunjukkan emas batangan Galeri 24 Pegadaian dan Antam di Galeri 24, Jakarta, Selasa (21/5/2024). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Kenaikan biaya kuliah, Uang Kuliah Tunggal (UKT), yang menuai kecaman keras dari masyarakat akhirnya memaksa pemerintah membatalkan kebijakan kenaikan UKT di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) tahun ini dan mengevaluasi kelayakannya.

Banyak orang tua berkeyakinan, menabung biaya pendidikan anak dengan emas akan lebih menjanjikan kenaikan nilai aset yang stabil. Emas yang kondang sebagai alat lindung inflasi namun tidak memberikan imbal hasil, juga dinilai cukup likuid atau mudah diuangkan maupun dijadikan agunan utang dengan cara gadai, misalnya.

Pembatalan kenaikan UKT tentu melegakan bagi banyak mahasiswa dan orang tua yang sempat cemas nasib kuliah di ujung tanduk akibat lonjakan biaya yang sulit dikejar. Namun, biaya kuliah yang mahal sebenarnya bukan kabar baru terutama untuk jurusan-jurusan studi 'elit' yang menetapkan tarif hingga puluhan juta rupiah untuk jalur masuk nasional. 

Sedang untuk jalur seleksi mandiri yang dikelola universitas, tanpa subsidi pemerintah, biaya kuliah bisa lebih besar lagi hingga ratusan juta rupiah kendati di PTN. Jadi, pada dasarnya biaya kuliah mahal memang bukan kabar baru. Maka itu, para orang tua perlu menyiapkan kebutuhan biaya kuliah anak dari jauh-jauh hari agar bisa mengimbangi inflasi kenaikan uang kuliah. 

Sebagai gambaran, kenaikan biaya kuliah di beberapa PTN terkemuka di Indonesia, bisa double digit per tahun. Ini yang terlihat di Universitas Gadjah Mada (UGM) yang menetapkan lima skema UKT bagi mahasiswa yang masuk seleksi nasional, terdiri atas UKT subsidi 100%, UKT subsidi 75%, lalu UKT subsidi 50% dan UKT subsidi 25% dan UKT subsidi 0%.