Adapun, keuntungan yang masuk ke kas negara berasal dari royalti, pajak penghasilan (PPh) badan dan karyawan hingga bea ekspor.
“Kalau sudah 61%, perkiraan keuntungan yang ada di Freeport 70% hingga 80% itu akan masuk ke kas negara. Semuanya kalau dikumpulkan akan berada dalam jumlah yang besar,” ujar Jokowi.
Sekadar catatan, PTFI mencatatkan jumlah beban bea keluar (export duties) konsentrat tembaga dan emas yang harus disetor perseroan ke pemerintah mencapai US$156 juta atau setara dengan Rp2,52 triliun (asumsi kurs Rp16.155,85 per dolar AS) sepanjang kuartal I-2024.
Selain itu, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Tony Wenas sebelumnya juga sudah mengatakan negosiasi divestasi saham PTFI 10% ke pemerintah diharapkan rampung Juni 2024.
Proses Pengambilalihan
Pada kesempatan yang sama, Jokowi juga menggarisbawahi pengambilalihan PTFI menjadi milik negara dilakukan melalui skema bisnis dan tidak menggunakan kekuatan (power) dari Indonesia.
Saat itu, Jokowi mengaku mendapatkan peringatan dari banyak pihak mengenai potensi munculnya gejolak di Papua hingga di Indonesia imbas pengambilalihan tersebut.
“Saya banyak ditakuti saat itu waktu proses pengambilalihan, tetapi pengambilalihan itu tidak dengan kekuatan power negara kok, dengan cara-cara bisnis,” ujarnya.
Adapun, pengambilalihan yang dilakukan secara bisnis tentu memerlukan uang. Dalam kaitan itu, Indonesia melakukan pinjaman dari Amerika Serikat (AS) lalu dibayarkan ke PTFI. Namun, Jokowi memastikan bahwa pinjaman tersebut bakal segera lunas pada tahun ini.
“Uangnya ngambil dari AS, bayar ke Freeport, dalam 4 tahun pasti akan sudah lunas insyallah tahun ini sudah lunas. Harganya sekarang sudah 4 kali lipat dari harga waktu kita beli, karena harga tembaga dunia sekarang ini naik begitu sangat drastis. Artinya kita untung dan untung,” ujar Jokowi.
(dov/wdh)