“Dengan adanya korban-korban bank di AS, harusnya [The Fed] tidak mungkin semakin dinaikkan suku bunganya, [bisa] semakin banyak yang kolaps. Kalau sudah ada korban, harusnya naiknya [suku bunga] sudah mentok,” jelasnya.
Sebelumnya, The Fed resmi menaikkan suku bunga acuan sebanyak 25 basis poin (bps). The Fed juga memberi sinyal bahwa siklus kenaikan suku bunga belum usai, meski ada risiko krisis di sektor perbankan yang tengah menjadi sorotan dunia.
Dikutip dari Bloomberg News, Komite Pengambil Kebijakan The Fed (FOMC) secara aklamasi memutuskan menaikkan target suku bunga acuan di kisaran 4,75-5%. Ini menjadi yang tertinggi sejak September 2007, ketika menjelang krisis keuangan global.
Berikut rangkaian pergerakan IHSG sejak awal pekan:
- Senin (27/3/2023), IHSG ditutup terkoreksi 53,32 poin (0,79%) pada posisi 6.708,9
- Selasa (28/3/2023), IHSG ditutup menguat 51,4 poin (0,77%) pada posisi 6.760,3
- Rabu (29/3/2023), IHSG ditutup menguat 79,11 poin (1,17%) pada posisi 6.839,4
- Kamis (30/3/2023), IHSG ditutup terkoreksi 30,48 poin (0,45%) pada posisi 6.808,95
- Jumat (31/3/2023), IHSG ditutup terkoreksi 3,67 poin (0,06%) pada posisi 6.805,27
Pergerakan saham hari ini cenderung bervariasi. Pada awal perdagangan IHSG sempat menguat 9 poin atau 0,13% ke level 6.817. Tak lama berselang indeks berbalik arah, melemah pada kisaran 6.797.
IHSG Jumat ini lalu lalang bergerak naik dan turun dan masioh bertahan pada zona 6.800. Total nilai perdagangan jelang akhir pekan masih tergolong rata-rata, tepatnya Rp 9,5 triliun, dari 16,2 miliar saham yang ditransaksikan.
Pada pekan sebelumnya, Senin (20/3/2023) IHSG ditutup pada posisi Rp 6.612,49 atau turun 65,74 poin (0,98%). Sehari berselang, Selasa (21/3/2023), IHSG mampu tutup di zona hijau dengan kenaikan 79,12 poin (1,2%) pada posisi 6.691,61.
Pasca libur dalam rangka Hari Raya Nyepi dan cuti bersama Nyepi, bertepatan awal Ramadan, IHSG ditutup di zona hijau dengan kenaikan 70,64 poin atau 1,06% pada posisi 6.762,25 pada perdagangan Jumat (24/3/2023).
Perhatian investor pasar modal memang masih seputar update dukungan likuiditas Bank Sentral AS, dimana kabar terkini menunjukkan berangsur-angsur membaik. Terlihat dari data pinjaman perbankan di AS mulai berkurang dalam sepekan terakhir.
Bisa dikatakan, upaya membendung kejatuhan industri perbankan AS yang dapat menjalar ke sistem keuangan dunia, tampaknya berhasil. "Setelah situasi sedikit mereda minggu ini, laporan hari ini menawarkan beberapa jaminan bahwa, setidaknya, keadaan tidak menjadi lebih buruk," tulis ekonom Jefferies Thomas Simons dan Aneta Markowska dalam sebuah catatan kepada klien, dilansir dari Bloomberg News.
Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rully Arya Wisnubroto memperkirakan volatilitas pasar keuangan dan saham dunia telah mereda. Indeks kondisi likuiditas, yang di dalamnya terdapat tingkat bunga, ketersediaan kredit, tingkat obligasi korporasi, dan lainnya, berada pada kisaran -0,4. Munurut Rully, angka ini jauh lebih baik dibandingkan saat gejolak industri perbankan AS baru terjadi, yaitu di kisaran -1,29.
Terlebih The Fed telah menyuntikkan likuditas ke pasar senilai US$ 400 miliar hanya pada periode 10 hingga 24 Maret dengan skema pinjaman jangka pendek kepada beberapa bank. Meski hal ini langsung menurunkan yield atas UST.
Namun, ketidakpastian kondisi ekonomi dunia masih terjadi hingga investor diharapkan tetap memperhatikan laju suku bunga oleh bank sentral berbagai negara, utamanya The Fed. Rully meyakini laju bunga akan melambat, apalagi pasca kejatuhan tiga bank di AS.
"Kegagalan tiga bank di AS jadi pengingat kalau The Fed telah menaikkan suku bunga terlalu agresif dalam waktu yang relatif singkat. Kami melihat bahwa Fed akan menghentikan kenaikan suku bunga setelah pertemuan FOMC bulan Mei, dengan tingkat bunga flat, 5,25%, untuk sisa tahun ini," jelas Rully dalam keterangan tertulisnya.
(wep)