Adapun, kuota untuk minyak tanah (kerosene) pada 2025 ditaksir mencapai 0,51 juta kl—0,54 juta kl, turun dari kuota 2024 sebanyak 0,58 juta kl dengan prognosis sejumlah 0,50 juta kl.
Untuk diketahui, penetapan perhitungan proyeksi tersebut menggunakan model statistik regresi dengan data rekam jejak konsumsi BBM dan parameter PDB per kapita, serta asumsi pertumbuhan ekonomi pada 2025.
Pemerintah sebelumnya memproyeksikan volume konsumsi Solar dan Pertalite bisa ditekan hingga 17,8 juta kl per tahun, berdasarkan simulasi pengendalian subsidi dan kompensasi atas Solar dan Pertalite yang dapat diterapkan dengan pengendalian kategori konsumen.
Hal ini terjadi karena arah kebijakan subsidi energi pada 2025 adalah penyaluran BBM bersubsidi dilakukan dengan disertai registrasi konsumen penggunanya.
Pemerintah bakal melanjutkan pemberian subsidi tetap untuk BBM Solar dan subsidi selisih harga untuk minyak tanah, disertai dengan pengendalian volume dan pengawasan atas golongan atau sektor-sektor yang berhak memanfaatkan.
Namun, terkait dengan besaran subsidi tetap Solar, pemerintah mempertimbangkan perkembangan indikator ekonomi makro, khususnya harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude-oil Price (ICP) dan nilai tukar rupiah.
“Untuk memastikan upaya pengendalian konsumsi berhasil dilakukan, maka diperlukan sinergi dan koordinasi antarkementerian/lembaga dan pemerintah daerah maupun instansi terkait lainnya,” tulis dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Tahun 2025.
Melalui dokumen tersebut, pemerintah menyoroti subsidi dan kompensasi dalam Solar dan Pertalite mayoritas dinikmati oleh rumah tangga kaya. Di sisi lain, polusi udara yang bersumber dari gas buang kendaraan menduduki posisi teratas sekitar 32%—57%.
“Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang dapat mengendalikan konsumsi BBM. Dengan pengendalian konsumen yang berkeadilan, diperkirakan dapat mengurangi volume konsumsi Solar dan Pertalite sebesar 17,8 juta kl per tahun.”
Untuk diketahui, anggaran subsidi dan kompensasi energi mencapai Rp551,2 triliun pada 2022 dan Rp369,8 triliun pada 2023.
Sementara itu, realisasi subsidi energi sampai dengan kuartal I-2024 sejumlah Rp27,9 triliun atau 14,75% terhadap keseluruhan subsidi energi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 sebesar Rp189,1 triliun.
Realisasi tersebut meliputi subsidi BBM sebesar Rp3,3 triliun, subsidi liquefied petroleum gas (LPG) tabung 3 kg sebesar Rp13,2 triliun dan subsidi listrik mencapai Rp11,4 triliun.
(wdh)