Kesengsaraan JAL dimulai pada awal tahun ini ketika salah satu pesawatnya bertabrakan dengan sebuah pesawat kecil penjaga pantai Jepang pada Januari. Tabrakan di landasan pacu Bandara Haneda tersebut menewaskan lima orang dan pesawat jet Airbus SE tersebut terbakar. Seluruh penumpang dan kru JAL berhasil dievakuasi dengan selamat dari pesawat A350-900 tersebut.
Kecelakaan tersebut mendorong Chief Executive Officer JAL, Mitsuko Tottori, yang mulai memimpin pada April, untuk menekankan bahwa keselamatan akan menjadi salah satu prioritas utamanya.
Ada insiden lain pada awal bulan ini di Bandara Fukuoka di barat daya Jepang, ketika seorang pilot JAL gagal mengulangi instruksi pengawas lalu lintas udara dengan benar dan kemudian bergerak melewati garis berhenti, memasuki landasan pacu tanpa izin dari menara pengawas.
Dan minggu lalu, ujung dua pesawat JAL bersentuhan di Bandara Haneda ketika salah satu pesawat berbalik menjauh dari terminal untuk bersiap-siap lepas landas, sementara pesawat lainnya bergerak maju untuk memasuki tempat parkir yang berdekatan. Pesawat yang mundur membawa 328 penumpang dan kru di dalamnya dan dijadwalkan untuk terbang ke Hokkaido, namun penerbangan harus dibatalkan.
"Dengan adanya arahan dari pihak berwenang, kami akan melakukan upaya-upaya di seluruh perusahaan untuk memulihkan kepercayaan terhadap perusahaan kami," kata JAL pada Senin.
(bbn)