Biaya kuliah yang semakin melejit menjadi kabar buruk bagi orangtua yang ingin menyekolahkan anak-anak mereka ke level perguruan tinggi.
Dengan pendidikan diyakini ampuh menjadi jalur mobilitas sosial vertikal, biaya kuliah yang semakin mahal akan kian memupus mimpi mengubah nasib terutama bagi mayoritas masyarakat Indonesia yang tidak mampu dan memiliki keuangan pas-pasan.
Inflasi biaya pendidikan di Indonesia memang tidak kecil kendati data statistik sepertinya kesulitan memotret hal tersebut. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi biaya pendidikan di Indonesia secara umum, mencakup pendidikan dasar hingga tinggi, rata-rata sebesar 2,97% per tahun selama 2014-2024 per data April lalu. Pada saat yang sama, rata-rata inflasi Indeks Harga Konsumen (inflasi umum) Indonesia rata-rata bergerak di 3,63%.
Namun, apabila melihat lebih spesifik, kenyataan di lapangan mencatat lonjakan inflasi biaya pendidikan, lebih khusus lagi biaya kuliah, jauh lebih tinggi ketimbang angka statistik tercatat.
Di UGM misalnya, yang masih menjadi salah satu universitas papan atas dan menyediakan skema subsidi UKT 100% tahun ini, mencatat inflasi biaya kuliah hingga ratusan persen dalam satu dekade terakhir.
Sebagai contoh, pada tahun 2014 silam biaya UKT untuk jurusan Akuntansi berkisaran Rp500.000-Rp9 juta per semester. Pengenaan UKT ditetapkan berdasarkan enam pengelompokan mahasiswa berdasarkan kondisi ekonomi orangtua. Jurusan 'elit' seperti Pendidikan Kedokteran ditetapkan UKT-nya mulai Rp500.000-Rp22,5 juta per semester pada 2024.
Adapun pada tahun ajaran 2024/2025, UGM menetapkan UKT dalam 4 skema yakni subsidi 100%, 75%, 50% dan 0% yang dibagi ke dalam 14 kategori jurusan. Untuk jurusan Akuntansi, UKT ditetapkan tahun ini mulai 0 rupiah untuk skema subsidi 100% dan mulai Rp2,3 juta (skema subsidi 75%) sampai yang termahal (nonsubsidi) sebesar Rp11,4 juta per semester. Jurusan Kedokteran UGM pada tahun ajaran kali ini, menetapkan biaya UKT termurah Rp7,5 juta untuk skema subsidi 75% hingga Rp30 juta per semester yang tanpa subsidi.
Mengacu pada data-data itu, dengan mengesampingkan peluang mendapatkan subsidi UKT 100%, bisa disimpulkan bila inflasi atau kenaikan biaya kuliah di UGM untuk jurusan Akuntansi mencapai 360% untuk biaya termurah, yaitu dari tadinya Rp500.000 menjadi Rp2,3 juta per semester. Sedangkan jurusan Kedokteran, inflasinya mencapai 1.400% untuk UKT termurah dengan subsidi 75%.
Orangtua PNS Kesulitan
Bagi para orangtua, agar bisa menyekolahkan anak-anak mereka ke tingkat pendidikan tinggi, dituntut memastikan pendapatan mereka mampu tumbuh mengimbang lonjakan biaya kuliah. Pasalnya, tanpa berinvestasi, kenaikan upah akan kelimpungan mengejar biaya kuliah yang terbang tinggi tersebut.
Sebagai gambaran, pendapatan pegawai negeri sipil (PNS) pada 2014 golongan terendah 1A hingga 1D adalah Rp1,4 juta-Rp2,41 juta per bulan, golongan II mulai Rp1,81 juta hingga Rp3,43 juta. Golongan III, mulai Rp2,31 juta-Rp4,31 juta. Dan golongan IV, gaji mulai Rp2,73 juta-Rp5,30 juta per bulan.
Tahun ini, berdasarkan PP Nomor 5/2024 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo Januari lalu, gaji PNS terendah mulai Rp1,68 juta hingga Rp2,9 juta. Lalu, untuk golongan II mulai Rp2,18 juta-Rp4,12 juta. Dan golongan III mulai Rp2,78 juta-Rp5,18 juta dan golongan IV mulai Rp3,28 juta-Rp6,37 juta per bulan.
Mengasumsikan gaji orangtua mahasiswa adalah PNS di level tertinggi tiap golongan, kenaikan pendapatan orangtua berkisar 20% dalam satu dekade atau 2% per tahun. Jauh lebih rendah dibandingkan kenaikan biaya kuliah yang termurah sekalipun di PTN yang lonjakannya bisa ratusan persen dalam 10 tahun terakhir, atau double digit per tahun.
Dengan gambaran itu, orangtua dengan pendapatan PNS akan semakin kesulitan mengejar kenaikan biaya kuliah di masa depan tanpa mengais pemasukan lebih besar agar bisa menabung ataupun berinvestasi khusus.
Harus Investasi
Demi mengejar biaya kuliah yang kenaikannya melampaui kenaikan pendapatan, para orangtua mau tidak mau harus memulai investasi persiapan dana kuliah anak sejak jauh-jauh hari. Bahkan disarankan memulai persiapan dana kuliah sejak anak masih usia 0 tahun alias saat masih bayi merah.
Investasi di instrumen yang diharapkan mampu tumbuh nilainya melampaui inflasi biaya pendidikan, dapat meringankan beban para orangtua ketika datang masa menyekolahkan anak kelak.
Sebagian ahli banyak menyarankan berinvestasi dana pendidikan anak di instrumen yang memiliki potensi kenaikan agresif seperti saham. Sebagian lagi menyarankan berinvestasi di instrumen yang lebih tahan terhadap inflasi jangka panjang seperti emas.
Untuk investasi saham, bila memakai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebagai acuan, berdasarkan data tersedia, kenaikan IHSG dalam 10 tahun terakhir point-to-point mencapai 45%. Pada akhir Mei 2014 silam, IHSG masih di kisaran 4.985, sementara pada hari ini IHSG di kisaran 7.221. Memakai rujukan itu, kenaikan indeks saham masih di bawah kenaikan UKT kuliah di UGM secara relatif.
Adapun harga emas, bila mengacu pada harga emas produksi PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), pada 2014 lalu harganya sekitar Rp532.000 per gram. Hari ini, harga emas Antam sudah di angka Rp1.327.000 per gram. Ada kenaikan nilai 149,43%. Sedangkan bila mengacu pada harga buyback yang menjadi referensi harga bila Anda menjual emas ke Antam, harganya hari ini dibanderol Rp1.213.000 per gram. Sehingga bila simpanan emas yang Anda beli pada 2014 lalu dijual hari ini, keuntungan potensial bisa diperoleh mencapai 128%.
Kenaikan harga emas lebih tinggi akan tetapi juga masih belum bisa mengalahkan lonjakan kenaikan uang kuliah 10 tahun terakhir.
Kesimpulannya, para orangtua perlu kerja super keras dalam mencari pendapatan saat ini agar mampu menyisihkan sebagian gaji untuk ditabung atau diinvestasikan. Dengan berinvestasi pun, lonjakan biaya kuliah anak di masa depan masih keteteran diimbangi, apalagi tanpa persiapan atau investasi sama sekali. Kebutuhan biaya kuliah bisa-bisa semakin sulit diwujudkan dan anak tercinta gagal memperoleh pendidikan tinggi seperti cita-cita.
Pilihan atas instrumen investasi yang tepat untuk persiapan dana pendidikan anak akan bergantung pada preferensi tiap orang dan profil risikonya. Yang pasti, untuk mengimbangi risiko penurunan nilai investasi, penting bagi orangtua untuk mendiversifikasi investasi di banyak keranjang -berbagai produk investasi- agar bisa mendapatkan hasil lebih optimal.
(rui/aji)