Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya mengonfirmasi target pengurangan volume konsumsi Solar dan Pertalite hingga 17,8 juta kiloliter (kl) per tahun yang bakal dilakukan melalui revisi Peraturan Presiden (Perpres) No. 191/2014.
Plt Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan proses revisi Perpres No. 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak sudah berjalan dan tengah melalui pembahasan antar kementerian/lembaga (k/l).
“Iya betul, melakukan revisi perpres 191/2014 sehingga pelaksanaan subsidi akan lebih tepat sasaran. Proses revisi sudah berjalan dengan pembahasan antar k/l,” ujar Dadan kepada Bloomberg Technoz.
Menurut Dadan, kementerian/lembaga juga masih membahas mengenai kategori pengguna yang layak menerima Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) seperti Pertalite.
Adapun, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengatakan penyelesaian revisi Peraturan Presiden (Perpres) No. 191/2014 —atau awam disebut aturan pembatasan Pertalite— berpotensi mundur dari target Juni 2024.
Kepala BPH Migas Erika Retnowati mengatakan hal ini terjadi karena masih terdapat poin-poin dalam beleid tersebut yang harus dibahas oleh k/l terkait.
“Kalau Juni mungkin belum ya, karena masih ada beberapa hal yang harus dibahas bersama. Saya belum bisa memperkirakan karena keputusannya di Menteri Koordinator Bidang Perekonomian [Airlangga Hartarto],” ujar Erika saat ditemui di sela IPA Convex 2024, belum lama ini.
Untuk diketahui, pemerintah memproyeksikan volume konsumsi Solar dan Pertalite bisa ditekan hingga 17,8 juta kl per tahun, berdasarkan simulasi pengendalian subsidi dan kompensasi atas Solar dan Pertalite yang dapat diterapkan dengan pengendalian kategori konsumen.
Hal ini terjadi karena arah kebijakan subsidi energi pada 2025 adalah penyaluran BBM bersubsidi dilakukan dengan disertai registrasi konsumen penggunanya.
Pemerintah bakal melanjutkan pemberian subsidi tetap untuk BBM Solar dan subsidi selisih harga untuk minyak tanah, disertai dengan pengendalian volume dan pengawasan atas golongan atau sektor-sektor yang berhak memanfaatkan.
Namun, terkait dengan besaran subsidi tetap Solar, pemerintah mempertimbangkan perkembangan indikator ekonomi makro, khususnya harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude-oil Price (ICP) dan nilai tukar rupiah.
Pada 2024, alokasi BBM bersubsidi jenis Solar mencapai 19 juta kl, naik dari tahun sebelumnya yang sebanyak 17 juta kl. Sementara itu, Pertalite dipagu 31,7 juta kl tahun ini, merosot dari alokasi 2023 yang sejumlah 32,56 juta kl.
“Untuk memastikan upaya pengendalian konsumsi berhasil dilakukan, maka diperlukan sinergi dan koordinasi antarkementerian/lembaga dan pemerintah daerah maupun instansi terkait lainnya,” tulis dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Tahun 2025 yang dilansir awal pekan lalu.
(wdh)