"Dengan potensi tersebut, kehadiran Starlink tidak boleh diabaikan," ujar Alvin baru-baru ini, dikutip Senin (27/5/2024).
"Basis satelitnya efisien dan dapat dengan mudah menembus daerah perdesaan seperti yang seharusnya untuk infrastruktur telekomunikasi tradisional yang akan membutuhkan investasi besar untuk membangunnya."
Riset lain dari PT Trimegah Sekuritas menilai hadirnya Starlink tak serta-merta menimbulkan ancaman yang signifikan bagi industri telekomunikasi lokal.
Analis Richardson Raymond dan Sabrina menuturkan pasar tujuan pasar utama Starlink sedianya sangat tepat untuk segmen korporasi di Tanah Air. Mereka pun menilai harga layanan internet Starlink masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan penyedia layanan internet lainnya di Indonesia.
Berdasarkan laman resminya, biaya layanan Internet Starlink dipatok mulai dari Rp750.000/bulan, dengan harga perangkat keras dibanderol Rp7,8 juta.
"Biaya layanan Starlink tiga kali lebih mahal dari rata-rata pendapatan per pengguna atau average revenue per user [ARPU] bisnis internet rumahan berbasis serat optik atau fiber to the home [FTTH] yang sekitar Rp250.000," tulis Trimegah.
Mereka pun menilai kehadiran Starlink hanya akan menjadi pelengkap konektivitas serat optik dan layanan internet di wilayah pelosok yang kekurangan akses dari peladen lokal, akibat hambatan penyediaan modal infrastruktur yang tinggi.
Starlink, sebuah perusahaan penyedia layanan jasa Internet milik Space Exploration Technologies Corporation (SpaceX) yang didirikan Elon Musk, resmi beroperasi di Indonesia awal bulan ini.
Peresmian itu dilakukan langsung oleh Musk saat berkunjung di Bali pekan lalu, usai perusahaan tersebut meraih izin penyelenggara layanan very small aperture terminal (VSAT).
Starlink juga sudah mengantongi izin sebagai peladen layanan internet atau internet service provider (ISP) yang bekerja sama dengan salah satu penyedian akses jaringan atau network access provider (NAP) di Indonesia oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo).
(wdh)