Logo Bloomberg Technoz

Sentimen pada perdagangan hari ini utamanya datang dari global. Risalah pertemuan Bank Sentral Amerika Serikat (Federal Reserve/The Fed) pada Mei yang dirilis menunjukkan bahwa para pembuat kebijakan sepakat tentang keinginan untuk mempertahankan suku bunga lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama.

Seperti yang diwartakan Bloomberg News, Risalah FOMC menyatakan dengan gamblang, meskipun para peserta menilai kebijakan moneter telah berada pada posisi yang baik, sejumlah pejabat menyebutkan kesediaan untuk melakukan pengetatan lebih lanjut jika diperlukan.

Beberapa pejabat The Fed mengindikasikan bahwa mereka perlu melihat lebih banyak bukti bahwa inflasi berada pada jalur yang berkelanjutan sebelum mereka memiliki kepercayaan diri untuk mulai memangkas suku bunga.

Sejak Juli lalu, The Fed telah mempertahankan suku bunga acuan pada kisaran 5,25%—5,50%, yang merupakan level tertinggi dalam dua dekade, dalam upaya untuk menurunkan inflasi kembali ke target Bank Sentral di 2%.

Tingkat Suku Bunga The Fed. (Bloomberg)

Pembuat kebijakan setuju bahwa data-data inflasi tiga bulan pertama tahun ini mengecewakan, bersamaan dengan sinyal penguatan perekonomian yang berarti akan butuh waktu lebih lama dari yang diantisipasi sebelumnya bagi Bank Sentral.

Pasar Swaps sekarang sepenuhnya memperhitungkan penurunan suku bunga seperempat poin penuh pertama oleh The Fed akan terjadi pada bulan Desember, dibandingkan dengan November sehari sebelumnya. 

Kekhawatiran terhadap makin panjangnya periode Higher for Longer seolah terkonfirmasi makin kuat kala data kinerja manufaktur AS terbaru memperlihatkan ekonomi terbesar di dunia itu masih sangat tangguh dan solid.

Indeks S&P Global US Composite PMI (Purchasing Managers Index) bulan Mei tercatat di angka 54,4, melonjak signifikan dibandingkan dengan April di 51,3 dan jauh lebih kuat di atas perkiraan pasar di angka 51,2.

Angka indeks di atas 50 menunjukkan ekspansi. Dengan kata lain, perekonomian AS masih tangguh di mana hal itu bisa membuat The Fed masih akan restriktif agar aktivitas ekonomi yang kuat tidak memicu reinflasi.

Indeks PMI Manufaktur AS juga melaju di zona ekspansi 50,9 juga lebih tinggi dibandingkan dengan April di angka 50, serta di luar perkiraan pasar yang semula menduga akan ada kontraksi di 49,9. 

Tim Research Phillip Sekuritas memaparkan, investor mencerna komentar dari sejumlah pejabat tinggi Federal Reserve untuk mencari petunjuk mengenai waktu dari pemangkasan suku bunga.

Beberapa pejabat tinggi Federal Reserve mengeluarkan pernyataan yang tegas memperkuat sikap bahwa sebaiknya mereka tetap bersikap ‘Sabar’ sebelum memutuskan memangkas suku bunga acuan.

“Contohnya, Wakil Ketua Federal Reserve Chris Waller mengatakan dirinya perlu melihat penurunan lebih lanjut pada data inflasi dalam beberapa bulan ke depan sebelum mendukung penurunan suku bunga,” mengutip riset harian Tim Research Phillip Sekuritas.

Sementara itu, Gubernur Federal Reserve Bank di Atlanta Raphael Bostic menyatakan Federal Reserve perlu bersikap hati-hati mengenai waktu pemangkasan suku bunga acuan untuk memastikan tidak terjadinya ledakan belanja oleh konsumen dan pelaku usaha yang ujung-ujungnya akan memicu kembali lonjakan inflasi.

Merespon risalah tersebut, CME FedWatch Tools mencatatkan kenaikan signifikan pada peluang dipertahankannya suku bunga acuan di 5,25%—5,50% pada September 2024 mencapai 50,2%. Sementara peluang pemangkasan 25 bps tersisa 44,9% untuk periode bulan yang sama. 

Dari dalam negeri, Bank Indonesia mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur edisi Mei 2024. Sesuai perkiraan pasar, Gubernur Perry Warjiyo dan sejawat memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan.

Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 21—22 Mei 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate di level 6,25%, suku bunga Deposit Facility 5,5%, dan suku bunga Lending Facility 7%.

Keputusan ini senada dengan perkiraan pasar. Konsensus yang dihimpun Bloomberg dengan melibatkan 36 institusi seluruhnya memperkirakan BI-Rate tetap bertahan di 6,25%. Aklamasi, sepakat bulat, tiada dissenting opinion.

Kebijakan moneter, lanjut Perry, keputusan tersebut diambil sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi terkendali dalam sasaran yakni 2,5 ± 1% pada 2024 dan 2025.

Ia juga menyebut langkah tersebut ditempuh untuk menjaga efektivitas aliran masuk modal asing dan stabilitas nilai tukar Rupiah.

Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana memaparkan, IHSG menguat 0,51% ke 7.222 dan disertai dengan munculnya volume pembelian, di perdagangan Rabu sebelum tutup pekan kemarin.

“Pada label hitam, posisi IHSG masih rawan terkoreksi dahulu untuk menguji 7.175, selanjutnya apabila IHSG mampu bertahan di atas 7.136 sebagai support-nya, maka IHSG berpeluang kembali menguat untuk menguji 7.309 hingga 7.415. Namun, apabila IHSG mampu bertahan di atas 7.179, maka saat ini IHSG sedang berada di awal wave (v),” papar Herditya dalam risetnya pada Senin (27/5/2024).

Bersamaan dengan risetnya, Herditya memberikan rekomendasi saham hari ini, MARK, PTBA, TLKM, dan UNTR,

Analis Phintraco Sekuritas juga memaparkan, merespon sentimen di atas, IHSG juga nilai tukar Rupiah kemungkinan besar melemah signifikan di awal perdagangan pekan ini. 

“Kondisi tersebut diperkirakan bersamaan dengan proyeksi capital outflow pada periode yang sama. Dengan demikian, IHSG rawan pullback di awal pekan. Support terdekat saat ini berada di kisaran 7.150,” tulisnya.

Melihat hal tersebut, Phintraco memberikan rangkuman rekomendasi saham hari ini ke acuan saham-saham defensif, termasuk ICBP, INDF, UNVR, JSMR, dan PGAS.

Dengan tetap mewaspadai saham-saham rate-sensitive.

(fad/wdh)

No more pages