Sri Mulyani tidak merinci target investasi pada periode tersebut. Per 2022, Sri Mulyani menyebut proporsi batu bara sebagai sumber energi pembangkit listrik di Asean mencapai hampir 23%. Indonesia menjadi salah satu pengguna pembangkit batu bara terbesar di kawasan.
Melihat hal itu, dia menggarisbawahi anggota Asean dihadapkan pada dilema untuk tidak hanya mengamankan sumber energi, tetapi juga menciptakan energi baru yang terjangkau dan berkelanjutan.
“Saat bicara soal ‘keterjangkauan’, kita dituntut untuk menakar seberapa murah harga energi untuk masyarakat, industri, perekonomian. Terlebih, seberapa besar bebannya terhadap anggaran negara,” ujarnya.
Dia tidak menampik tantangan tersebut diperberat oleh keterbatasan anggota Asean dalam mengakses modal dari pasar internasional serta rendahnya mobilisasi sumber daya domestik.
Terkait dengan isu permodalan tersebut, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengutarakan instansinya telah mendapatkan komitmen dari instansi keuangan regional, internasional, maupun global untuk mendukung pendanaan pensiun dini pembangkit batu bara di Indonesia.
Namun, dia enggan mengungkapkan siapa saja calon investor baru tersebut, berikut nilai komitmen investasi yang mereka tawarkan.
"Kalau Anda melihat daftar proyek prioritas yang sudah diterbitkan ke publik oleh perusahaan-perusahaan energi, sebenarnya itu menjadi indikasi dari proyek atau komitmen investasi yang akan masuk [ke transisi energi]," ujarnya dalam konferensi pers Financing Transition in ASEAN di Nusa Dua, Bali, Kamis (30/3/2023).
Sekadar cataatan, total kebutuhan Indonesia untuk pendanaan transisi energi menembus Rp 4.002 triliun atau sekitar US$ 281 miliar sampai dengan 2030. Belanja kumulatif dari anggaran fiskal dan moneter sampai dengan 2021 baru mencapai Rp 313 triliun atau 8% dari total investasi yang dibutuhkan.
Dana ribuan triliun tersebut tersebut dibutuhkan untuk mencapai komitmen kontribusi negara atau nationally determined contribution (NDC) terhadap misi mencapai emisi nol karbon atau net zero emission (NZE) sesuai Paris Agreement yaitu pada 2060 atau lebih cepat.
Setiap tahunnya, Indonesia meninjau ulang realisasi NDC. Target awal pengurangan emisi karbon Indonesia melalui NDC dipatok sebesar 29%, bahkan 41% jika dengan bantuan internasional. Saat ini, target tersebut berhasil ditingkatkan menjadi 31,89% melalui NDC dan 43,2% melalui bantuan internasional.
(wdh/evs)