Logo Bloomberg Technoz

Harga kobalt yang digunakan dalam segala hal mulai dari baterai kendaraan listrik hingga paduan logam dirgantara itu telah merosot ke posisi terendah dalam 5 tahun terakhir di tengah booming produksi di Republik Demokratik Kongo dan Indonesia, yang merupakan produk sampingan dari pertambangan tembaga atau nikel.

China menyumbang sekitar empat per lima smelter logam global.

Badan cadangan milik negara China – yang sebelumnya dikenal sebagai Biro Cadangan Negara (State Reserve Bureau) – mengelola inventaris segala sesuatu mulai dari minyak mentah hingga daging babi dan tembaga, dan pembelian komoditas dapat berdampak signifikan terhadap harga.

Mereka membeli total 8.700 ton kobalt tahun lalu, menurut perkiraan dari rumah dagang spesialis Darton Commodities.

Kelebihan pasokan di seluruh dunia melebar menjadi sekitar 14.200 ton pada 2023, tulis Cobalt Institute dan peneliti Benchmark Mineral Intelligence dalam sebuah laporan baru-baru ini. Mereka memperkirakan surplus akan tetap ada dalam jangka pendek karena pertumbuhan pasokan melebihi permintaan.

Logam-logam bahan baterai telah mengalami penurunan yang luas pada tahun lalu. Kobalt juga merupakan salah satu logam yang dianggap “penting” oleh negara-negara Barat yang berupaya melonggarkan dominasi rantai pasokan China dan menghindari kelangkaan di masa depan.

Sebelumnya pada Mei, seorang pejabat senior AS menuduh CMOC Group Ltd China menggunakan taktik “predator” untuk menekan harga dengan membanjiri pasar dengan kobalt dari tambang DRC.

CMOC, yang tahun lalu menyalip Glencore sebagai produsen logam terbesar di dunia, mengatakan pada Maret bahwa tambangnya di DRC akan memproduksi 60.000 ton kobalt tahun ini.

(bbn)

No more pages