Di sisi lain, Tauhid menggarisbawahi pembatasan tersebut bakal menyebabkan kenaikan tarif transportasi yang pada akhirnya menyebabkan lonjakan inflasi pada tahun pertama penerapan pembatasan tersebut.
Namun, Tauhid mengatakan inflasi tersebut tergolong tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan pembatasan untuk kendaraan roda dua. Selain itu, dia berpendapat nantinya bakal terdapat penyesuaian setelah pembatasan tersebut.
Di sisi lain, pemerintah bisa mengalihkan biaya kompensasi untuk Pertalite yang tidak tepat sasaran untuk membangun transportasi umum.
“Daripada kita utang misalnya ke China, ke mana, ya bangunlah MRT yang banyak, bukan jalurnya itu saja tetapi yang lain, di kota lain dan sebagainya, itu akan jauh feasible, jadi bukan subsidi, tetapi transportasi publik, sehingga ya masyarakat semua bisa mendapatkan layanan,” ujarnya.
Selama ini, Tauhid menilai, pembangunan infrastruktur seperti jalan tol dilakukan tanpa menyeimbangkan pembangunan transportasi umum yang masif. Hal ini justru menyebabkan masyarakat Indonesia terpaksa memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi.
“Kita terlambat untuk membangun misalnya LRT, MRT, dan sebagainya, yang di negara maju sudah dilakukan sejak 1960 hingga 1970-an,” ujar Tauhid.
Pemerintah sebelumnya memproyeksikan volume konsumsi Solar dan Pertalite bisa ditekan hingga 17,8 juta kiloliter (kl) per tahun, berdasarkan simulasi pengendalian subsidi dan kompensasi atas Solar dan Pertalite yang dapat diterapkan dengan pengendalian kategori konsumen.
Hal ini terjadi karena arah kebijakan subsidi energi pada 2025 adalah penyaluran BBM bersubsidi dilakukan dengan disertai registrasi konsumen penggunanya.
Pemerintah bakal melanjutkan pemberian subsidi tetap untuk BBM Solar dan subsidi selisih harga untuk minyak tanah, disertai dengan pengendalian volume dan pengawasan atas golongan atau sektor-sektor yang berhak memanfaatkan.
Namun, terkait dengan besaran subsidi tetap Solar, pemerintah mempertimbangkan perkembangan indikator ekonomi makro, khususnya harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude-oil Price (ICP) dan nilai tukar rupiah.
Sekadar catatan, untuk 2024, alokasi BBM bersubsidi jenis Solar mencapai 19 juta kl, naik dari tahun sebelumnya yang sebanyak 17 juta kl. Sementara itu, Pertalite dipagu 31,7 juta kl tahun ini, merosot dari alokasi 2023 yang sejumlah 32,56 juta kl.
“Untuk memastikan upaya pengendalian konsumsi berhasil dilakukan, maka diperlukan sinergi dan koordinasi antarkementerian/lembaga dan pemerintah daerah maupun instansi terkait lainnya,” tulis dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Tahun 2025, dilansir awal pekan ini.
(dov/wdh)