Singapore Air “akan terus meninjau proses kami” untuk memprioritaskan keselamatan awak dan penumpang, katanya.
Revisi kebijakan ini tidak lagi mewajibkan seluruh penumpang untuk mengenakan sabuk pengaman selama perjalanan, terlepas dari kondisi penerbangan pada saat itu.
Maskapai biasanya menyarankan wisatawan untuk melakukan hal ini, dan hanya menginstruksikan mereka untuk duduk dan mengencangkan sabuk pengaman saat cuaca tidak stabil.
Cedera yang diderita para penumpang menggarisbawahi kekuatan vertikal besar yang menimpa siapa pun yang tidak terikat ketika sebuah pesawat tiba-tiba jatuh. Pada Penerbangan SQ321, orang-orang terlempar ke atap kabin dan barang-barang pribadi serta barang-barang dari layanan sarapan dilemparkan ke sekitar pesawat.
Sekitar 22 penumpang telah menerima perawatan karena kerusakan tulang belakang dan enam orang menderita cedera tengkorak dan otak, kata Rumah Sakit Samitivej Srinakarin pada Kamis.
Dua puluh orang berada dalam perawatan intensif sementara 17 orang telah menjalani operasi. Segera setelah penerbangan tersebut, lebih dari 100 orang memerlukan perawatan medis di Bangkok.
Dalam pernyataannya, Singapore Air mengatakan pilot dan awak kabin sadar akan bahaya yang terkait dengan turbulensi. Awak kabin telah dilatih untuk mengamankan semua barang dan perlengkapan yang lepas untuk meminimalkan risiko cedera dalam situasi ini.
Turbulensi dapat terjadi ketika sebuah pesawat terkena arus udara yang kuat sehingga mendorong atau menarik badan pesawat. Fenomena ini bisa disebabkan oleh kantong udara panas atau sistem cuaca yang kuat.
Pada ketinggian yang lebih tinggi, pesawat mungkin menghadapi turbulensi udara yang sulit diidentifikasi yang disebabkan oleh massa udara dengan kecepatan berbeda.
Pasukan tersebut dapat melemparkan penumpang dengan sangat keras sehingga bisa berbahaya seperti terjatuh dari tangga atau menyelam ke dalam kolam renang beton yang dangkal, menurut Rohan Laging, wakil direktur layanan darurat di grup rumah sakit Alfred Health di Melbourne.
(bbn)
