Logo Bloomberg Technoz


Persyaratan pertek yang sebelumnya diberlakukan tersebut juga dinilainya dapat membantu pemerintah dan pemangku kebijakan untuk melacak keberadaan produk–produk tekstil impor yang tidak sesuai standar itu.

“Saya kira [syarat pertek] itu banyak dilakukan oleh berbagai negara sebagai bagian dari pertimbangan teknis. Mungkin yang digembar-gemborkan bahwa bahan baku tekstil itu banyak tertahan di pelabuhan, saya kira itu tidak. Sebab, pertek ini diberlakukan untuk bahan bahan baku industri sudah sejak dahulu,” tutur Jemmy saat dihubungi, dikutip Jumat (23/5/2024).

Mengenai dugaan bahwa bahan baku pertekstilan banyak tertahan di pelabuhan akibat kendala pertek, Jemmy mengungkapkan selama ini tidak ada keluhan dari anggota API terkait dengan kesulitan persyaratan dalam mengimpor bahan baku maupun barang penolong.

Namun, dia tidak menampik kinerja industri TPT hingga kuartal I-2024 masih belum bisa dikatakan baik-baik saja, terlebih setelah diberlakukannya Permendag No. 8/2024 bulan ini.

"Tadinya harapan pengusaha dengan adanya diberlakukan Permendag No. 36/2023 dapat menggerakkan roda mesin di utilisasi di sektor TPT. Namun, dengan direlaksasinya lartas produk tekstil jadi, berarti kan produk jadinya jadi lebih mudah untuk masuk ke Indonesia."

"Produk jadinya kan dalam bentuk pakaian, jadi otomatis, bagaimana utilisasi di sektor intermediate [industri TPT antara] atau hulunya bisa naik [kinerja atau pertumbuhannya]?" tegasnya. 

Ilustrasi Pabrik Tekstil. (Dimas Ardian/Bloomberg)


Ancaman China

Di tengah ancaman banjir produk pakaian impor akibat pelonggaran lartas oleh Kemendag, Jemmy menyebut industri TPT nasional juga tengah ketir-ketir dengan risiko dumping barang pertekstilan dari China. 

China selaku produsen TPT terbesar di dunia dikatakan menyasar negara atau pasar-pasar yang memiliki hambatan perdagangan —baik tarif maupun nontarif— yang lemah, dalam hal ini, termasuk Indonesia. 

"Kita akan lihat kondisi global saat ini sedang tidak dalam baik-baik saja, sedangkan masalah great war China dengan Amerika Serikat masih panas bahkan jadi lebih panas. Ini mengakibatkan [stok barang industri] China makin oversupply. Kalau oversupply, pasti mereka akan membanjiri negara yang trade barrier-nya lebih rendah," kata Jemmy.

Sebelumnya, Kemendag kembali merevisi aturan teknis perihal impor. Permendag yang awalnya disebut Permendag No. 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor itu telah direvisi sebanyak tiga kali hanya dalam rentang 2 bulan.

Permendag No. 36/2023 yang mulai berlaku efektif sejak 10 Maret 2024 direvisi menjadi Permendag No. 3/2024 pada bulan yang sama, sebelum diganti lagi menjadi Permendag No. 7/2024 pada April, hingga akhirnya menjadi Permendag No. 8/2024 bulan ini.

Revisi terakhir beleid itu ditujukan untuk membebaskan sekitar 26.000 kontainer yang sebelumnya tertahan di sejumlah pelabuhan. Secara terperinci, terdapat 17.304 kontainer yang tertahan di pelabuhan Tanjung Priok dan 9.111 kontainer di pelabuhan Tanjung Perak.

Adapun, kontainer yang tertahan itu terdiri dari komoditas besi baja, tekstil, produk tekstil, produk kimia, produk elektronik, dan komoditas lainnya yang dalam peraturan sebelumnya memerlukan syarat PI atau pertek karena termasuk dalam daftar lartas impor.

Ilustrasi buruh pabrik. (Dimas Ardian/Bloomberg)

Di sisi lain, Kemenperin sebelumnya membantah tuduhan Kemendag yang menyebut revisi Permendag No. 36/2023 menjadi Permendag No. 8/2024 disebabkan adanya kendala perizinan impor melalui pertek, sehingga menyebabkan penumpukan kontainer tersebut.

Kemenperin mengaku tidak mengetahui isi dari 26.415 kontainer yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak; apakah berupa bahan baku atau barang jadi. Kemenperin justru mempertanyakan Ditjen Bea Cukai (DJBC) ihwal tersebut.

"Apakah isi dari kontainer itu? Kami juga sampai sekarang tidak tahu. Apakah itu isinya bahan baku? Apakah isinya produk hilir atau barang jadi? Kami juga belum tahu. Sebenarnya yang lebih tahu itu ya kawan-kawan di Bea Cukai karena itu masuk kewenangan mereka," ungkap Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif kepada wartawan di Kemenperin, Jakarta, Senin (20/5/2024).

(wdh)

No more pages