Pertama, Yu menyarankan agar Indonesia mengembangkan kebijakan aturan, dan insentif, untuk mendukung adopsi dan manufaktur kendaraan listrik, misalnya dengan berupa pembebasan pajak, subsidi, infrastruktur pengisian daya, dan persyaratan kandungan lokal.
Kedua, Yu meminta agar Indonesia fokus dalam penyediaan listrik pada angkutan umum (bus, kendaraan roda 2, roda 3) dan armada komersial, sebab lebih hemat biaya tertinggi.
Ketiga, menarik investasi asing dan kolaborasi untuk manufaktur kendaraan listrik, produksi baterai, dan pengolahan mineral.
"Keempat, memanfaatkan cadangan nikel Indonesia yang besar dengan menawarkan insentif. Dengan memberikan keringanan pajak dan subsidi kepada pembuat kendaraan listrik dan baterai, diharapkan bisa meningkatkan kemampuan pemrosesan dan manufaktur hilir untuk baterai dan kendaraan listrik. Sehingga, bisa bersaing dengan China, Korea Selatan, dan Jepang, yang memiliki teknologi dan manufaktur baterai yang lebih unggul," jelas Yu.
"Kelima, bekerja sama dengan negara Asia Tenggara lain untuk menyelaraskan standar kendaraan listrik, insentif, dan infrastruktur untuk menciptakan pasar dan rantai pasokan regional," pungkasnya.
(prc/ain)